BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Perawat masa kini dituntut untuk memberikan pelayana
kesehatan / keperawatan yang bermutu tinggi kepada masyarakat. Hal ini dapat
diwujudkan bila perawat mampu menggunakan metode pendekatan pemecahan maaslah,
menerapkan hasil penelitian terbaik, bekerjasama dengan baik bersama tim
kesehatan serta melakukan pengkajian kemampuan diri untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan dari asspek profesional yang harus dikuasai.
Pengkajian fisik tidak dipandang secara terpisah karena
aspek ini merupakan salah satu tahap upaya penanganan kesehatan klien. Tujuan
pengkajian fisik keperawatan bergantung pada jenis pengkajian yang harus
diliakukan. Era pelayanan kesehatan saat ini tidak lagi memfokuskan pada
kondisi sakit, tetapi pada kesehatan promotif dan aspek kesehatan/ kesejahtraan
pasien..
Pengkajian fisik bertujuan untuk menentukan status
kesehatan sekarang dan bagaiman klien mampu menjalankan fungsi tubuh secara
umum. Teknik pengkajian fisik
keperawatan adalah :
1.
Inspeksi : Merupakan
proses observasidengan menggunakan mata. Inspeksi dilakukan untuk mendeteksi
tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik.
2.
Palpasi : Dilakukan dengan menggunakan
sentuhan / rabaan.
3.
Perkusi : Metode
pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi adalah menentukan batas-batas
organ / bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat
adanya gerakan yang diberikan kebawah jaringan.
Auskultasi : Metode pengkajian yang menggunakan
steteskop untuk memperjelas pendengaran.
2. TUJUAN
·
Tujuan
Umum
Agar mahasiswa/i S1 Keperawatan tingkat II mengerti
bagaimana cara pemeriksaan fisik diagnostik dari kepala, leher dan thorax.
·
Tujuan
Khusus
-
Agar
mahasiswa/i ! Keperawatan Tingkat II semester III mengerti dari tujuan
pemeriksaan fisikdiagnostik kepala, leher dan thorax.
-
Agar
mahasiswa/i ! Keperawatan Tingkat II semester III mengerti dan memahami
prosedur / cara pelaksanaan pemeriksaan fisik kepala, leher, dan thorax.
3.
SASARAN
Sasaran
penulis makalah ini ditujukan kepada saluran mahasiswa/i STIKES Santa Elisabeth
Medan terkhusus S-1 Keperawatan Tingkat
II.
4.
METODE
PENULISAN
Adapun
metode yang digunakan adalah berdasrkan sumber-sumber yang tercapai yakni
buku-buku perpustakaan dan internet
5.
METODE
PENYAJIAN
Cara menyajikan makalah
ini dilakukan dengan mengadakan persentasi atau seminar antar mahasiswa/I dan
dosen.
6.
KBM
KBM
(Kegiatan Balajar Mengajar)
Kegiatan
|
Kegiatan
kelompok
|
Kegiatan
mahasiswa
|
Pembicara
|
Media
|
Pendahuluan
|
·
Mengucapkan saalam kepada
pembimbing dan mahasiswa/I
·
Memperkenalkan diri kepada
mahasiswa/i
·
Menyebutkan judul yang akan di
presentasikan kelompok evaluasi awal, penanyakan pengertian pemenuhan
kebutuhan oksigenisasi.
|
Mendengar
Mendengar
|
Moderator
|
Microfon
|
Inti
|
·
Menyebutkan pengertian
pemenuhankebutuhan oksigenisasi
·
Tujuan pemenuhan kebutuhan
oksigenisasi
·
Memperkenalkan alat-alat yang
diperlukan dalam pemasangan oksigenisasi
·
Mendemonstrasikan didepan audiens
|
Mendengar
dan mencatat
Mendengar
dan mencatat
Mendengar
dan mencatat
Mendengar,
memperhatika, mencatat dan bertanya
|
|
Microfon,
LCD
|
Penutup
|
Evaluasi aktif
|
Menjawab pertanyaan
|
|
Microfon dan media
peralatan praktek
|
|
Menanyakan kepada
audiens tentang kejelasan pengajian kelompok
|
Penyaji
|
|
|
|
Mempersilahkan kepada
audiens mendemonstrasikan kembali mengucapkan trimakasih
|
Memasang alat-alat
oksigenisasi
Member salam
|
Moderator
|
|
7.
EVALUASI
a.
Sebutkan
pengertian dari inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi,..!!
b.
Sebutkan
pengertian dari pemeriksaan fisik.....!!
Jawaban
1.
Inspeksi :
Merupakan proses observasidengan menggunakan mata.
2.
Palpasi : Dilakukan dengan menggunakan
sentuhan / rabaan.
3.
Perkusi : Perkusi
adalah menentukan batas-batas organ / bagian tubuh dengan cara merasakan
vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan kebawah jaringan.
4.
Auskultasi : Metode
pengkajian yang menggunakan steteskop untuk memperjelas pendengaran
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1. PENGKAJIAN
KEPALA DAN LEHER
v ANATOMI
KEPALA
v ANATOMI
LEHER
v PROSEDUR
PELAKSANAAN
-
Kepala
Merupakan
organ tubuh yang penting dikaji karena di kepala terdapat organ-organ yang
sangat berperan dalam fungsi kehidupan. Dalam pengkajian kepala, selain
mengkaji kepala, organ seperti mata, telinga, hidung, mulut serta leher juga
dikaji.
Prosedur
-
Inspeksi Dan Palpasi
1.
Atur
posisi duduk / berdiri
2.
Aturkan
untuk melepas penutup kepala / kacamata
3.
Lakukan
inspeksi yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah , tengkorak, warna dan
distribusi rambut, kulit kepala. Wajah normalnya simetris antara kanan dan
kiri. Ketidak simetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya kelumpuhan /
paresis saraf ke 7. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian
frontal menghadap kedepan dan bagian parietal menghadap ke belakang. Distribusi
rambut sangat bervariasi pada setiap orang dan kulit kepala normalnya tidak
mengalami peradangan tumor, bekas luka / sikatriks.
4.
Lakukan
dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembengkakan, nyeri
tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala
-
Mata
Cara
inspeksi mata
1. Amati bola mata terhadap protrusi, gerakan mata, lapang
pandang dan visus.
2. Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan kalainan dengan
cara sebagai berikut.
·
Bandinkan
mata kanan dan mata kiri
·
Anjurkan
pasien menutup kedua mata
·
Amati
bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata serta pinggir kelopak mata
·
Amati
pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait ada tidaknya bulu mata dan posisi
bulu mata
·
Perhatikan
keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada dropping kelopak mata atas atau
sewaktu mata membuka (ptosis)
3. Amati konjunctiva dan sklera dengan cara sebagai berikut
·
Anjurkan
pasien untuk melihat lurus kedepan
·
Amati
konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi,
serta lokasinya
·
Tarik
kelopak mata bagian bawah kebawah dengan menggunakan ibu jari
·
Amati
keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan
infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemik
·
Bila
diperlukan, amati konjungtiva bagian atas yaitu dengan cara membuka / membalik
kelopak mata atas dengan perawat berdiri dibelakang pasien
·
Amati
warna sklera saat memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya
dapat menjadi ikterik
4. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian
mengevaluasi reksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama
besar (isokor). Pupil mengecil; disebut miosis, amat kecil disebut pinpoint.
Pupil yang melebar / dilatasi disebut midriasis
Cara inspeksi gerakan mata
1.
Anjurkan
pasien untuk melihat lurus kedepan
2.
Amati
apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu
gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak ke suatu arah, keudian
dengan cepatt ke posisi semula
3.
Bila
ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat)
amplitudo (luas / sempit), dan durasinya (hari/minggu)
4.
Amati
apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu mengalami deviasi
5.
Luruskan
jari telunjuk dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm
6.
Beritahu
pasien untuk mengikuti gerakan jari dan pertahankan posisi kepala pasien.
Gerakkan jari kedelapan arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata
Cara inspeksi lapang pandang
1.
Berdiri
di depan pasien
2.
Kaji
kedua mata secar terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa
3.
Beritahu
pasien untuk melihat lurus kedepan dan memfokuskan pada satu titik pandang,
misalnya hidung
4.
Gerakkan
jari pada satu garis vertikal / dari samping dekatkan kemata pasien secara
perlahan-lahan
5.
Anjurkan
pasien untuk memberitahu sewaktu melihat jari
6.
Kaji
mata sebelahnya
Pemeriksaan Visus (ketajaman penglihatan)
1.
Siapkan
kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk
anak-anak
2.
Atur
kursi tempat duduk klien dengan jarak 5
atau 6 meter dari kartu snellen
3.
Atur
penerangan yang memadai sehingga kartu dapat dibaca dengan jelas
4.
Beritahu
pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan
5.
Pemeriksaan
mata kanan dengan cara pasien disuruh membaca mulai huruf yang paling besar menuju
huruf yang paling kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat di baca
oleh pasien
6.
Lakukan juga terhadap mata yang
sebelahnya
Palpasi
Cara palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata
1.
Beritahu
pasien untuk duduk
2.
Anjurkan
pasien untuk memejamkan mata
3.
Lakukan
palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata tinggi maka mata akan teraba
keras
Cara pengkajian funduskopi
1.
Atur
posisi pasien duduk di kursi
2.
Beritahu
pasien tentang tindakan yang akan dikerjakan
3.
Teteskan
1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek, misalnya
tropikamid (bila tidak ada kontra indikasi)
4.
Atur
cahaya ruangan agak redup
5.
Duduk
dikursi dihadaapan pasien
6.
Beritahu
pasien untuk melihat secaratetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk tetap
mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip
7.
Bila
pasien atau anda memakai kacamata, hendaknya dilepas dahulu
8.
Pegang
oftalmoskop, atur lensa pada angka 0, nyalakan dan arahkan pada pupil mata dari
jarak sekitar 30 cm sampai ditemukan red reflex yang merupakan cahaya pancaran
dari retina. Bila letak oftalmoskop tidak tepat, red reflex tidak akan muncul.
Red reflex juga tidak akan muncul pada mata yang katarak
9.
Bila
red reflex sudah ditemukan, dekatkan oftalmoskop secara perlahan ke mata
pasien. Bila pasien miopia, atur kontrol kearah negatif (merah). Bila pasien
hiperopia, atur kontrol ke arah positif (hitam)
10. Amati fundus secara sistematis yang diawali dengan
mengamati pembuluh darah besar. Catat bila ditemukan kelainan. Lanjutkan
pengamatan dengan membandingkan ukuran arteri dan vena yang normalnya mempunyai
perbandingan 4:5. Kemudian amati warna makula yang normalnya tampak lebih
terang daripada retina. Berikutnya amati warna, batas, pigmentasi diskus
optikus. Normalnya diskus optikus berbentuk melingkar berwarna merah muda agak
kuning, batas terang dan tetap dengan jumlah pigmen yang bervariasi, lalu amati
warna retina, kemungkinan ada perdarahan dan setiap ada kelainan.
11. Bandingkan mata kanan dan kiri
12. Catat hasil pengkajian dengan jelas
13. Setelah pengkajian selesai, teteskan pilokaprin 2% untuk
menetralisasi dilatasi pada mata yang diamati
14. Tunggu / pastikan dapat melihat seperti semula
-
Telinga
Inspeksi
dan palpasi
1. Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih
anak-anak dapat diatur duduk dipangkuan orang lain
2. Atur posisi anda duduk menghadap sisi telinga pasien yang
akan diuji
3. Untuk pencahayaan, gunakan auriskop, lampu kepala, atau
sumber cahaya yang lain sehingga tangan anda akan bebas bekerja
4. Mulai amati telingsa luar, periksa ukuran, bentuk, warna,
lesi dan adanya massa pada pinna
5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan memegang telinga
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu
dari jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila ada nyeri
7. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga
dibawah daun telinga. Bila ada peradangan, pasien akan merasa nyeri
8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan
9. Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga bagian
dalam harus dibawah pengawasan instruktur yang berpengengalaman dan menguasai
teknik pengkajian telinga bagian dalam
10. Pegang baian pinggir daun telinga / heliks dan secara
perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lubang
telinga menjadi lurus dan mudah untuk di amati. Pada anak-anak daun telinga
ditarik ke bawah
11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada atau
tidaknya peradangan, perdarahan atau kotoran
12. Dengan hati-hati masukkan otoskop yang menyala ke dalam
lubanng telinga.
13. Bila letak otoskop sudah tepat, arahkan mata anda pada
eyepiece
14. Amati adanya kotoran, serumen, peradangan atau adanya
benda asing pada dinding lubang telinga
15. Amati bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi atau
adanya darah / cairan pada membran timpani
Pemeriksaan pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk
mengetahui fungsi telinga, secara sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan
menggunakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan dengan mudah diketahui
dengan adanya bisikan.bila pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik, pemeriksaan
yang lebih teliti dapat dilakukan dengan garputala atau tes audiometri (oleh
spesialis)
Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan
1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak
sekitar 4,5-6 meter
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang
tidak diperiksa
3. Bisikkan suatu bilangan (mis: tujuh enam)
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar
5. Periksa telinga sebelah dengan cara yang sama
6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri
pasien
Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan dapat pula
dilakukan menggunakan arloji
Cara pemeriksaan pendengaran menggunakan arloji
1. Pegang sebuah arloji di samping telinga pasien
2. Minta pasien menyatakan apakah mendengarkan detakan
arloji
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan
minta pasien menyatakan bila tidak mendengar lagi detak arloji tersebut.
Normalnya detak arloji masih dapat didengar sampai jarak 30 cm dari telinga
4. Bandingkan telinga kanan dan kiri
Cara pemeriksaan pendengaran dengan Garpu Tala
1. Pemeriksaan pertama (rinne)
a. Vibrasikan garpu tala
b. Letakkan garpu tala pada mastoid kanan pasien
c. Anjurkan pasien memberitahu sewaktu tidak merasakan
getaran lagi
d. Angkat garputala dan pegang didepan telinga kanan pasien
dengan posisi garpu tala paralel terhadap lubang telinga luar pasien
e.
Anjurkan pasien untuk
memberitahu apakah masih mendengar suara getaran atau tidak. Normalnya suara
getaran masaih dapat didengar karena konduksi udara lebih baik daripada
konduksi tulang
2. Pemeriksaan kedua (Weber)
1. Vibrasikan garpu tala
2. Letakkan garputala ditengah-tengah puncak kepala pasien
3. Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suaragetaran
lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbanng sehingga
getaran dirasakan di tengah-tengah kepala
4. Catat hasil pemeriksaan pendengaran
3. Tentukan apakah pasien mengalami konduksi tulang, udara,
atau keduanya
-
Hidung dan sinus
Inspeksi dan palpasi
Cara inspeksi dan palpasi
hidung bagian luar serta palpasi sinus-sinus
1.
Duduk
menghadap pasien
2.
Atur
penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping dan sisi atas.
Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini
3.
Amati
warna dan pembengkakan pada kulit hidung
4.
Amati
kesimetrisan lubang hidung
5.
Lanjutkan
dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan ketidaknormalan
kulit atau tulang hidung
6.
Kaji
mobilitas septum nasi
7.
Palpasi
sinus maksilaris, frontalis dan etmodialis. Perhatikan adanya nyeri tekan
Cara inspeksi hidung bagian dalam
1.
Duduk
menghadap pasien
2.
Pasang
lampu kepala
3.
Atur
lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung
4.
Elevasikan
ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara lembut dengan ibu jari,
kemudian amati bagian anterior lubang hidung
5.
Amati
posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi
6.
Amati
bagian konka nasalis inferior
7.
Pasang
ujung spekulum pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat diamati
8.
Untuk
memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala sedikit mengadah
9.
Dorong
kepala mengadah sehingga bagian rongga atas hidung mudah diamati
10. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan
dinding-dinding rongga hidung serta selaput lendir pada rongga hidung
11. Bila sudah selesai, lepas spekulum secara perlahan-lahan
Cara pengkajian kepatenan jalan nafas
1.
Duduk
dihadapan pasien
2.
Gunakan
satu tangan untuk menutup satu lubang hidung pasien, minta pasien menghembuskan
udara dari lubang hidung yang tidak di tutup dan rasakan embusan udara
tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan dengan mudah dan dapat dirasakan
dengan jelas
3.
Kaji
lubang hidung sebelahnya
-
Mulu dan Faring
Inspeksi
1.
Bantu
pasien duduk berhadapan dan tinggi yang sejajar dengan anda
2.
Amati
bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital, bibir sumbing, warna bibir,
ulkus, lesi dan massa
3.
Lanjutkan
pengamatan pada gigi dan anjurkan pasien membuka mulut
4.
Atur
pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan penekan lidah agar gigi
agar tampak lebih jelas
5.
Amati
posisi, jarak, gigi rahang atas dan bawah, ukuran warna, lesi, atau adanya
tumor pada setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi dan gusi secara khusus
6.
Periksa
setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi bagian
kiri, kanan, atas dan bawah serta anjurkan pasien untuk memberitahu bila merasa
nyeri sewaktu gigi diketuk
7.
Perhatikan
pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain kebersihan mulut
dan bau mulut
8.
Lanjutkan
pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Minta pasien menjulurkan
lidah dan amati kelurusannya, warna, ulkus, dan setiap ada kelainan
9.
Amati
warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus, dan perdarahan
pada selaput lendir semua bagian mulut secara sistematis
10. Beri kesempatan pasien istrahat dengan menutup mulut
sejenak bila capai, lalu lanjutkan inspeksi paring dengan menganjurkan pasien
membuka mulut dan menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien berkata “ah”.
Amati kesimetrisan uvula pada faring
Cara Palpasi mulut
1.
Atur
posisi pasien duduk menghadap anda
2.
Anjurkan
pasien membuka mulut
3.
Pegang
pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada didalam).
Palpasi pipi secara sistematis dan perhatiikan adanya tumor atau pembengkakan.
Bila ada pembengkakan, tentukan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan
daerah sekitarnya dan adanya nyeri.
4.
Lanjutkan
palpasi pada palatumdengan jari telunjuk dan rasakan adanya pembengkakan dan
fisura
5.
Palpasi
dasar mulut dengan cara meminta pasien mengatakan “el”, kemudian lakukan
palpasi pada dasar mulut secara sitematis dengan jari telunjuk kanan, bila
diperlukan beri sedikit penekanan dengan ibu jari dari bawah dagu untuk
mempermudah palpasi. Catat bila didapatkan pembengkakan
6.
Palpasi
lidah dengan cara pasien menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kasa steril
menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk tangan kanan. Lakukan palpasi
lidah terutama bagian belakang dan batas-batas lidah
-
Pemeriksaan Leher
Inspeksi leher
1.
Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa
2.
Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher,
keselarasan trakea, dan benjolan pada dasar leher serta vena jugular dan arteri
karotid
3.
Mintalah
pasien untuk : menundukkan kepala sehingga dagu menempel ke dada, dan
menegadahkan kepala kebelakang, perhatikan dengan teliti area leher dimana
nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut
4.
Menoleh
ke kiri -kanan dan kesamping sehingga telinga menyentuh bahu. Perhatikan
fungsi otot-otot sternomastoideus dan trapesius
5.
Minta pasien menengadahkan kepala,
perhatikan adanya pembesaran pada kelenjar tiroid. Selanjutnya minta pasien
menelan ludah , perhatikan gerakan pada leher depan daerah kelenjar tiroid ,
ada tidaknya massa dan kesimetrisan
Palpasi leher
1.
Pasien
posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
2.
Pasien
menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk merelaksasikan
jaringan dan otot-otot
3.
Palpasi
lembut dengan 3 jari tangan masing-masing nodus limfe dengan gerakan memutar.
Periksa masing-masing nodus limfe dengan gerakan memutar. Periksa tiap nodus
dengan urutan sebagai berikut :
·
Nodus
oksipital pada dasar tengkorak,
·
Nodus
aurikel poterior diatas mastoideus,
·
Nodus
preaurikular tepat didepan telinga,
·
Nodus tonsiliar pada sudut mandikula,
·
Nodus
submaksilaris, dan nodus sunmental pada garis tengah dibelakang ujung mandibula
4.
Bandingan kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk,
garis luar, gerakan, konsistensi dan rasa nyeri yang timbul.
5.
Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi
karena nodus kecil dapat terlewati.
6.
Lanjutkan palpasi nodus servikal superfisial, nodus
servikal posterior, nodus servikal profunda, dan nodus supraklavikular yang
terletak pada sudut yang dibentuk oleh klavikula dan otot sternomastoideus
7.
Palpasi trakea terhadap posisi tengahnya dengan
menyelipkan ibujari dan jari telunjuk di masing-masing sisi pada cekungan
suprasternal. Bandingkan ruang sisa antara trakea dan otot
sternokleidomastoideus
8.
Untuk memeriksa kelenjar tiroid dengan posisi dari
belakang. lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan kanan kiri dibawah
kartilago krikoid.
9.
Beri pasien segelas air, minta pasien menundukan dagu
dan mengisap sedikit air dan menelannya, rasakan gerakan istmus tiroid.
10. Dengan
lembut gunakan dua jari untuk menggerakkan trakea kesatu sisi dan minta pasien
untuk menelan lagi. Palpasi badan lobus utama dan kemudian palpasi tepi lateral
dari kelenjar.
11. Ulangi
prosedur untuk lobus yang berlawanan.
12.
Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien
dan catat pada status
Pembesaran
nodus limfe dapat menandakan infeksi setempat atau sistemik. Nodus yang
membesar dengan cepat dan seharusnya diperiksa lebih teliti. Nodus limfe
kadang-kadang tetap membesar setelah adanya infeksi tetapi biasanya tidak
nyeri. Kelenjar Tiroid pada dasar terlebar berkisar 4 cm, pembesaran kelenjar
tiroid mengindikasikan adanya disfungsi atau tumor kelenjar tiroid. pembesaran
tiroid yang nyeri tekan menandakan infeksi. Perubahan posisi lateral trakea mungkin
akibat dari suatu massa dalam leher atau mediastinum atau kelainan paru-paru.
-
Pemeriksaan Trakhea
1.
Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan
dengan leher terbuka
2.
Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping.
3.
Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot
sternokleidomastoideus relaksasi.
4.
Posisi dagu pasien harus digaris tengah.
5.
Perhatikan bagian bawah trachea sebelum masuk dalam
rongga dada, bagian ini paling mudah bergerak.
6.
Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang
ditekankan lembut kedalam lekukan suprasternal tepat dimedial dari sendi
sternoklavikularis bergantian dikedua sisi trachea
7.
Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan
lunak disebelah menyebelah trakhea.
8.
Bila ujung jari menyentuh tulang rawan trakhea tidak digaris
median maka deviasi trakhea kearah tersebut, sedangkan sisi lain hanya
menyentuh jaringan lunak.
9.
Informasikan
hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status
-
Pemeriksaan Dada (Thorax)
Pemeriksaan
dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ
di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1.
Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan
pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2.
Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3.
Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk
mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan
4.
Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan
pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya
dengan meminta pasien memalingkan muka ke arah samping
Inspeksi dinding dada
1.
Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau
berbaring
2.
Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua
tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian
belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu
kiri dan tangan kiri dibahu kanan.
3.
Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing
sisi tubuh
4.
Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding
dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena
dan penonjolan epigastrium.
5.
Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa
supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi
6.
Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra
servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8
dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis
Palpasi dada
·
Palpasi gerakan diafragma
1.
Posisi pasien berbaring terlentang menghadap
pemeriksa.
2.
Posisi lengan pasien disamping dan
sejajar dengan badan.
3.
Letakan kedua telapak tangan pemeriksa
dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien.
4.
Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua
ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah.
5.
Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6.
Gerakan diafragma normal, bila tulang
iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .
·
Palpasi posisi tulang iga (kosta)
1.
Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
2.
Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar
dengan badan.
3.
Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan
4.
Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah
sepanjang tulang dada
5.
Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi)
kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara
manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat.
6.
Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga
pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah
bawah/ inferior.
·
Palpasi tulang belakang (vertebra)
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha
atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa dibelakang pasien
2.
Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua
dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
3.
Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher
bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus servikalis ketujuh.(
C7 )
4.
Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh ( C7 ), kearah superior
yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior
yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.
·
Palpasi iktus jantung
1.
Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
2.
Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan
badan.
3.
Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara
tulang iga ke-5 dan ke-6.
4.
Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik
garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh.
5.
Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada
dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula
6.
Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian
lepaskan telapak tangan dari dinding dada.
7.
Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3
tangan kanan
8.
Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus
kordis.
·
Palpasi sensasi rasa nyeri dada
1.
Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
2.
Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar
dengan badan.
3.
Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4.
Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah
dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal
nyeri
5.
Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari,
nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis
local dan iritasi akar syaraf
·
Palpasi pernapasan dada
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha
atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2.
Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding
dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada
kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien
3.
Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari-
jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang
iga berikutnya
4.
Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan
gerakan jari- jari
Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama
Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama
·
Palpasi getaran suara paru
1.
Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan
dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang.
2.
Sedangkan posisi pasien
tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan
pasien. Pada posisi tidur terlentang / miring kedua tangan disamping dan
sejajar dengan badan
3.
Letakkan
sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4.
Minta pasien mengucapkan kata- kata
seperti satu, dua, … dst berulang- ulang
5.
Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada
atas sampai dada bawah
6.
Perhatikan intensitas getaran suara
dan bandingkan kanan dan kiri. Normal
getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan
bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis
paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada
cairan/ udara dalam pleura dan sumbatan bronkus
Perkusi Dada
Tujuan untuk
mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi
hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang
letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan
membandingkan kanan dan kiri.
·
Perkusi dada depan
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan
dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.
Lakukan perkusi secara dalam pada fossa
supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3.
Selanjutnya
lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya
kebawah sampai batas atas abdomen
4.
Mintalah pasien untuk mengangkat kedua
lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
5.
Bandingkan getaran suara yang dihasilkan
oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
·
Perkusi dada belakang
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2.
Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada
belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3.
Selanjutnya
lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya
kebawah sampai batas atas abdomen
4.
Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada
kanan dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang , karena adanya keredupan hati.
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang , karena adanya keredupan hati.
·
Perkusi batas paru dan hati
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh
dan berhadapan dengan pemeriksa .
2.
Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah
secara sistimatis.
3.
Posisi
pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi
pada bagian dada belakang dari atas kebawah secara sistimatis
4.
Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan
suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak
antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus
vertebra torakalis 10 atau 11.
AUSKULTASI DADA
Auskultasi paru
Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk menentukan adanya
perubahan dalam saluran napas dan pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat
didengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan
keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies
dan benturan/ turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan
melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu
inspirasi/ menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah
yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas
ada 3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/
bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara napas vesikuler bernada
rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan
kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada
tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent
gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang
jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial. Suara napas vesikuler pada kedua paru
normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah
satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler
melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan
keadaan patologi paru. Suara napas
bronkial tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru
menjadi padat, misalkan konsolidasi. Suara
napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama
dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan
paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas,
penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang
sebelumnya kolap. Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja
istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan
suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus. Ronki basah kasar seperti suara gelembung
udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak
secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah,
terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya
pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat
gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini. Ronki kering lebih mudah didengar pada
fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi
disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada
sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada
rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous,
terdengar seperti orang mengerang/ grouning,. Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction
rub yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan
terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.
·
Auskultasi paru depan
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan
dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.
Tempelkan stetoskop pada dinding dada
3.
Mintalah pasien menarik napas pelan-
pelan dengan mulut terbuka
4.
Dengarkan satu periode inspirasi dan
ekspirasi
5.
Mulailah dari depan diatas klavikula
kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6.
Selanjutnya
geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7.
Mintalah pasien mengangkat lengan nya
untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8.
Bandingkan suara napas kanan dan kiri,
serta dengarkan adanya suara napas tambahan
·
Auskultasi paru belakang
1.
Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2.
Tempelkan
kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan
seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan
3.
Selanjutnya
geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
4.
Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi
pada aksila posterior kanan dan kiri
5.
Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan
adanya suara napas tambahan
·
Auskultasi daerah jantung
1.
Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2.
Mintalah pasien relak dan bernapas biasa
3.
Tempelkn
kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4.
Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah
apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk
ruang interkosta 2 kiri kearah sternum
5.
Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6.
Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7.
Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8.
Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut
nadi)
Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya
Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pemeriksaan klinis atau lebih dikenal dengan nama pemeriksaan fisik
adalah sebuah proses dari seorang ahli medis seperti bidan ataupun dokter dalam
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan
fisik ini akan dicatat dalam sebuah rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan
fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan
pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak dengan urutan teknik pemeriksaan
seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada pemeriksaan abdomen
auskultasi dilakakukan setelah inspeksi baru kemudian palpasi dan perkusi. Auskultasi
dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil
pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi
terhadap abdomen.
2. SARAN
Dalam upaya penegakkan diagnosis,
seorang klinisi harus menguasai bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang sistematis dan benar. Banyak hal yang dapat digali pada anamnesis
sehingga dengan anamnesis yang baik seorang klinisi dapat mengarahkan
kemungkinan diagnostic pada seorang penderita, sehingga dengan melakukannya
secara cermat dan sistematis. Pemeriksaan fisik yang peretama kali dilakukan
adalah memeriksa keadaan umum dan tanda vital, kemudian dilakukan pemeriksaan
kepala dan leher.
DAFTAR PUSTAKA
Robert. P (2007). Pengkajian Fisik
Keperawatan Edisi II
Bates, B. (1991). A Guide to Physical Examination
and History Taking (5th ed). New York: J.B. Lippincot.
http//www.goegle.com//pengkajian_fisik.co.ac
No comments:
Post a Comment