Wednesday, May 23, 2012

ASKEP JIWA


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny.S DI RUANG CEMPAKA DENGAN  PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM KEBESARAN  DI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

            NAMA   : WINDA KRISTIANI
            NIM     : A.09.072

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
SANTA ELISABETH MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis ini tepat pada waktunya. Penulisan Karya Tulis ini merupakan salah satu syarat dalam Mata kuliah Keperawatan Jiwa II STIKes St. Elisabeth Medan
            Adapun judul Karya Tulis ini adalah “Asuhan Keperawatan Jiwa II Pasien Perubahan proses piker waham kebesaran di Ruangan Cempaka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”
            Dalam menyusun Kaarya Tulis ini, penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun teknisinya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan Karya Tulis ini.
            Dalam penulisan Karya Tulis ini penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, maka di sisni penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.  Sr. M Felicitas, FSE, S.Kep.,Ns.,M Kep selaku Kaprodi S1 Kepearawatan STikes Santa Elisabeth Medan.
2.  Sr. M. Gabriel Naibaho FSE. S.Pd S.Kep selaku Ketua STikes Santa Elisabeth Medan .
3.  Dr. Dapot Parulian Gultom Sp.K.J Sebagai direktur RSJD PROVSU Medan..
4.  Walter Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.J sebagai dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Jiwa II di STikes Santa Elisabeth Medan.
5.  Jagentar Pane S.Kep Ns sebagai dosen penguji klinik keperawatan jiwa STIKes Santa Elisabeth Medan.
6.  Tn. O selaku pasien dalam menyusun laporan ini.  
7.  Seluruh teman-teman yang berdinas satu ruangan di RSJ Provsu, dan seluruh teman-teman angkatan 2008 Prodi S1 Keperawatan.
8.  Seluruh pihak yang telah banyak membantu  yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu atas segala dukungan dan kerjasamanya dalam menyusun Karya Tulis ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati setiap langkah kita dan kiranya Karya Tulis ini berguna bagi kita semua, khususnya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa kearah perawatan yang professional.

                                                                                    Medan,      April 2012

                                                                                    Penulis














DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I              PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
1.2.      Tujuan Penulisan
1.3.      Metode Penulisan
1.4.      Sistematika Penulisan
BAB II             TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Konsep Media
1.1.1. Pengertian
1.1.2.        Etilogi
1.1.3.        Patofisiologi
1.1.4.        Gambaran Klinis
1.1.5.        Penatalaksanaan Medis
2.2. Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1.   Pengakajian
2.2.2.   Pohon Masalah
2.2.3.   Gambaran Klinis
2.2.4.   Penatalaksanaan Keperawatan
2.2.4.1.  Pengkajian
2.2.4.2.  Analisa Data
2.2.4.3.  Diagnosa Keperawatan
2.2.4.4.  Intervensi Keperawatan
2.2.4.5.  Implementasi keperawatan
BAB III            TINJAUAN KASUS
3.1.     Pengkajian
3.2.      Analisa Data
3.3.      Diagnosa Keperawatan
3.4.      Intervensi
3.5.      Implementasi
3.6.      Evaluasi
BAB IV           PEMBAHASAN
3. 
4. 
4.1.     Pengkajian
4.2.      Analisa Data
4.3.      Diagnosa Keperawatan
4.4.      Intervensi
4.5.      Implementasi
4.6.      Evaluasi
BAB V            PENUTUP
5.1.      Kesimpulan
5.2.      Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesuai dengan kurikulum nasional pendidikan S1 keperawatan 2012 bahwa mata ajaran keperawatan jiwa II, kegiatan belajar dan peraktek d rancang sedemikian rupa sehingga mahasiswa mentapat pengalaman praktek secara besar terarah dan terancam sesuai dengan prinsip dan etik dan profesi  keperawatan.
pelayanan yang dapat diberikan kepada klien yang mengalami waham adalah membina hubungan saling percaya dapat mengerti alam sebenarnya. walaupun harus secara perlahan- lahan membantu klien mengevaluasai diri, memberikan pendidikan kesehatan dalam kegiatan hidup sehari-hari dengan membina klien untuk memenuhi personal hygiene dan dapat melakukan aktivitas yang baik.
keperawatan jiwa adalah area khusus dalam peraktek keperawatan yang mengunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapiotik dalam meningkatkan,mempertahankan masyarakatan,memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental  di masyarakat d mana kelien berada. peran perawat kesehatan  jiwa yang selama ini telah dilaksanakan adalah:
1.1.1.       mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien
1.1.2.       mendemonstrasikan penerimaan
1.1.3.       Respek
1.1.4.       memahami klien
1.1.5.       memperomosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi.
Dalam kebanyakan penderita gangguan jiwa di R.S.sumut medan lebih kurang 1500 orang di tampung di R.S.jiwa propinsi sumut.pada umumnya penderita gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan biasanya di sarankan untuk berobat jalan ke poli jiwa di R.S.jiwa sumut.
upaya kesehatan jiwa yang telah di lakukan di R.S.J sumut antara lain:
1.      Pengkajian  biopsikososial yang peka terhadap budaya
2.      Merancang implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga
3.      Peran serta dalam pengelolaan kasus
4.      Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan.
5.      memberikan pedoman pelayanan bagi individu keluarga/kelompok
Di RSJ sumut medan,banyak pasien dengan kasus sizoprenia paranoid salah satunya di ruangan cempaka dari 24 jumlah pasien yang di ruangan lebih kurang 10 pasien dengan gangguan skizoprenia paranoid gangguan waham.waham adalah percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan sumprantural/alat sumprantural.
Pelayanan yang dapat d berikan pada klien waham adalah membina hubungan saling percaya dan dapat mengerti alam sebenarnya walau pun harus secara perlahan-lahan membantu pasien mengepaluasi secara langsung dengan alasan diatas penulis tertarik untuk mengangkat kasus waham ini sebagai mengaplikasikan teori menjadi askep dalam pedokumentasian keperawatan jiwa di ruangan cempaka.
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Penulis mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien gangguan perubahan proses pikir waham kebesaran pada Ny.S diruangan Cempaka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.
1.2.2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan Jiwa penulis mampu :
1.2.2.1.            Melakukan pengkajian pada pasien gangguan perubahan proses pikir waham.
1.2.2.2.            Merumuskan diagnose keperawatan Jiwa
1.2.2.3.            Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien gangguan perubahan proses pikir wahan kebesaran
1.2.2.4.            Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana Keperawatan Jiwa yang telah disusun pada pasien gangguan perubahan proses pikir waham kebesaran.
1.2.2.5.            Mengevaluasi tindakan yang telah dilaksanakan pada pasien gangguan perubahan proses pikir waham kebesaran.
1.3. Metode Penulisan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini pasien menggunakan metode deskriptif pendekatan studi kasus dengan menggunakan teknik yaitu :
1.3.1. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan Tanya jawab/anamneses langsung yaitu diperoleh dari pasien itu sendiri (autoanamnese langsung) yang diperoleh dari pasien itu sendiri (autoanamnese) pada saat pengkajian dan pada saat evaluasi hasil terhadap tindakan yang dilakukan.
1.3.2. Obesrvasi yaitu pengamatan langsung terhadap keadaan kondisi pasien pada waktu pengkajian/pengumpulan data dan evaluasi dengan melihat respon pasien
1.3.3. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa Waham Kebesaran
1.4.  Sistematika Penulisan
 Adapun sistematika penulisan Karya Tulis ini adalah sebagai berikut :
BAB I           : Pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang, tujuan  penulisan, Metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II           : Tinjauan pustaka yang terdiri dari Konsep medis yaitu Pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis dan penatalaksanaan medis. Serta Konsep keperawatan yaitu Pengertian, pohon masalah, gambaran klinis dan penatalaksanaan keperawatan.
BAB III         : Tinjauan kasus yang terdiri dari Pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi
BAB IV         : Pembahasan yaitu membahas kesenjangan yang ditemukan penulis antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus yang terdiri dari Pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi
BAB V          : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.    Konsep Medis
2.1.1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada prosespikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi: asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman, 2011).
Skizofrenia merupakan suatu psikofungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmoni (keretakan atau perpecahan) antara proses pikir, efek, kemauan, dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoheren, efek dan emosi menjadi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, autisme dan perilaku (Maranis, 2005)
Ada beberapa jenis Skizofrenia  yaitu:
(1) Skizofrenia simplex dengan gejala utama kadangkala emosi dan kemunduran kemauan,
(2) Skizofrenia hebefrenik dengan gejala utama gangguan proses fikir, gangguan kemauan dan depersonalisasi,
(3) Skizofrenia katatonik dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik,
(4) Skizofrenia paranoid dengan gejala utama kecugiaan yang ekstrim disertai waham kejar atau kebesaran,
(5) Episode skizofrenia akut yakni kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan kesadaran,
(6) Skizofrenia psikoafektif  yaitu gejala utama skizofrenia yang menonjol dengan disertai gejala depresi dan
(7) Skizofrenia residual adalah skizofrenia dengan gejala primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia      
2.1.1. Etiologi
Skizofrenia tidak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset terbesar bagi pengobatan kontemporer. Telah banyak riset yang dilakukan dan telah banyak faktor predisposisi dan pencetus yang diketahui (Ingram, 1995).
Penyebab ilmiah terbaru mulai menunjukkan bahwa skizofrenia adalah akibat suatu tipe disfungsi otak. Pada tahun 1970-an, penelitian mulai berfokus pada sebab-sebab neurokimia yang mungkin, dan hal ini masih menjadi fokus utama penelitian dalam teori saat ini. Teori neurokimia atau neurologis didukung oleh efek anti psikotik yang membantu mengontrol gejala psikotik dan pencitraan saraf seperti computed tomography (CT) yang menunjukkan bahwa struktur dan fungsi otak individu yang mengalami skizofrenia berbeda (Videbeck, 2008).
2.1.1.1.  Teori biologis
Teori biologi skizofrenia berfokus pada faktor genetik, factor  neuroanatomik dan neuro kimia (struktur dan fungsi otak), serta imunovirologi (respon tubuh terhadap pajanan suatu virus). Faktor tersebut yaitu:
(1) Faktor genetik telah dibuktikan secara menyakinkan. Resiko bagi masyarakat umum 1%, pada orang tua resiko skizofrenia 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 10%. Gambaran terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir. pada kembar monozigot 30-40%,
(2) Faktor neuroanatomi dan neurokimia berupa perkembangan tehnik pencitraan noninvasif, seperti CT-Scan, MRI, dan PET dalam 25 tahun terakhir, para ilmuan mampu meneliti struktur otak atau neuroanatomi dan aktivitas otak atau neurokimia individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatf leih sedikit, hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan atau kehilangan jaringan selanjutnya. CT-scan menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak. penelitian PET menunjukkan bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal otak. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia. Patologi ini berkolaborasi dengan tanda-tanda positif skizofrenia (lobus temporalis) seperti psikosis dan tanda-tanda negativ (lobus frontalis) seperti tidak memiliki kemauan atau motivasi anhedonia. Tidak diketahui apakah perubahan pada lobus temporalis dan frontalis ini terjadi kibat kegagalan kedua area tersebut untuk berkembang dengan baik atau apakah area tersebut mengalami kerusakan akibat virus, trauma, atau respon imun. Pengaruh intrauterin seperti gizi buruk, tembakau, alkohol, obat-obatan lain, serta stress juga sedang diteliti sebagai kemungkinan penyebab patologi yang ditemukan pada otak individu penderita skizofrenia (Videbeck, 2008).
(3) Faktor imunovirologi  yakni teori populer yang mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus atau respon imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Walaupun ilmuan terus meneliti hal ini, tidak banyak peneliti mampu memvalidasi teori tersebut. Baru-baru ini para peneliti memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia. Epidemik flu diikuti dengan peningkatan kejadian skizofrenia di Inggris, Walles, Denmark, Finlandia dan negara-negara lain. Suatu penelitian terkini diterbitkan di New England Journal of medicine mlaporkan angka kejadian pada anak-anak yang lahir di daerah padat dengan cuaca dingin, kondisi yang memungkinkan terjainya gangguan pernafasan (Vedbeck, 2008).
2.1.1.2.  Pertimbangan budaya
Penting untuk menyadari perbedaan budaya ketika mengkaji gejala skizofrenia. Ide yang tampaknya merupakan waham pada suatu budaya seperti kepercayaan terhadap hal-hal magis atau sihir, dapat menjadi hal yang umum pada budaya lain. Di beberapa budaya, halusinsi pendengaran atau penglihatan, misalnya melihat bunda maria atau mendengar suara Tuhan, juga dapat menjadi bagian normal pengalaman keagamaan. Pengkajian afek membutuhkan kpekaan terhadap perbedaan dalam hal kontak mata, bahasa tubuh, dan ekspresi emosi yang dapat ditermmia hal ini bervariasi di antara budaya (Videbeck, 2008).
2.1.1.3.  Lingkungan
Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga cukup berperan dalam mnampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa peneliti (Laing, Goffman) mengatakan skizofrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang tidak dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyrakat, tetapi pandangan ekstrim demikian, walaupun sesuai dengan masyarakat kurang didukung oleh penelitian. Banyak penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak, khususnya atas persoalita orang tua, tetapi belum ada hasil. Riset atas peristiwa hidup memperhatikan bahwa pasien skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh pasien skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh (Ingram 1995)
2.1.1.1.  Teori biologis
Teori biologi skizofrenia berfokus pada faktor genetik, factor  neuroanatomik dan neuro kimia (struktur dan fungsi otak), serta imunovirologi (respon tubuh terhadap pajanan suatu virus). Faktor tersebut yaitu:
(1) Faktor genetik telah dibuktikan secara menyakinkan. Resiko bagi masyarakat umum 1%, pada orang tua resiko skizofrenia 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 10%. Gambaran terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir. pada kembar monozigot 30-40%,
(2) Faktor neuroanatomi dan neurokimia berupa perkembangan tehnik pencitraan noninvasif, seperti CT-Scan, MRI, dan PET dalam 25 tahun terakhir, para ilmuan mampu meneliti struktur otak atau neuroanatomi dan aktivitas otak atau neurokimia individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatf leih sedikit, hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan atau kehilangan jaringan selanjutnya. CT-scan menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak. penelitian PET menunjukkan bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal otak. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia. Patologi ini berkolaborasi dengan tanda-tanda positif skizofrenia (lobus temporalis) seperti psikosis dan tanda-tanda negativ (lobus frontalis) seperti tidak memiliki kemauan atau motivasi anhedonia. Tidak diketahui apakah perubahan pada lobus temporalis dan frontalis ini terjadi kibat kegagalan kedua area tersebut untuk berkembang dengan baik atau apakah area tersebut mengalami kerusakan akibat virus, trauma, atau respon imun. Pengaruh intrauterin seperti gizi buruk, tembakau, alkohol, obat-obatan lain, serta stress juga sedang diteliti sebagai kemungkinan penyebab patologi yang ditemukan pada otak individu penderita skizofrenia (Videbeck, 2008).
(3) Faktor imunovirologi  yakni teori populer yang mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus atau respon imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Walaupun ilmuan terus meneliti hal ini, tidak banyak peneliti mampu memvalidasi teori tersebut. Baru-baru ini para peneliti memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia. Epidemik flu diikuti dengan peningkatan kejadian skizofrenia di Inggris, Walles, Denmark, Finlandia dan negara-negara lain. Suatu penelitian terkini diterbitkan di New England Journal of medicine mlaporkan angka kejadian pada anak-anak yang lahir di daerah padat dengan cuaca dingin, kondisi yang memungkinkan terjainya gangguan pernafasan (Vedbeck, 2008).
2.1.1.2.  Pertimbangan budaya
Penting untuk menyadari perbedaan budaya ketika mengkaji gejala skizofrenia. Ide yang tampaknya merupakan waham pada suatu budaya seperti kepercayaan terhadap hal-hal magis atau sihir, dapat menjadi hal yang umum pada budaya lain. Di beberapa budaya, halusinsi pendengaran atau penglihatan, misalnya melihat bunda maria atau mendengar suara Tuhan, juga dapat menjadi bagian normal pengalaman keagamaan. Pengkajian afek membutuhkan kpekaan terhadap perbedaan dalam hal kontak mata, bahasa tubuh, dan ekspresi emosi yang dapat ditermmia hal ini bervariasi di antara budaya (Videbeck, 2008).
2.1.1.3.  Lingkungan
Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga cukup berperan dalam mnampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa peneliti (Laing, Goffman) mengatakan skizofrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang tidak dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyrakat, tetapi pandangan ekstrim demikian, walaupun sesuai dengan masyarakat kurang didukung oleh penelitian. Banyak penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak, khususnya atas persoalita orang tua, tetapi belum ada hasil. Riset atas peristiwa hidup memperhatikan bahwa pasien skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh (Ingram, 1995).
2.1.1.4.  Emosi yang diekspresikan
Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang di ekspresikan secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlalu banyak dikekang dengan aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh lebih besar. Juga jik pasien tidak mendapatkan neuroleptik. Angka kekambuhan di rumah dengan emosi yang diekspresikan rendah dan pasien minum obat teratur, sebesar 12%; dengan emosi yang diekpresikan rendah dan tanpa obat 42%; emosi yang diekspresikan tinggi dan tanpa obat, angka kekambuhan 92% (Ingram, 1995).
2.1.2. Gambaran klinis
Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Menurut Stuart (2006) membedakan 5 kelompok gejala inti skizofrenia yakni sebagai berikut :
2.1.2.1.  Gejala positif
Gejala positif tersebut terdiri dari:
(1) Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan,
(2) Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu,
(3) Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain,
(4) Gangguan proses pikir ( bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi 
(5) Bicara kacau yakni terjadi kekacauan dalam gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan  melalui bahasa; komunikasi melalui penggunaan kata  dan bahasa.
2.1.1.1.  Gejala negative
Gejala negative tersebut terdiri dari:
(1) Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah,
(2) Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi,
(3) Anhedonia adalah kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira,
(4) Afek datar (flat affect) merupakan tidak adanya ata hampir tidak adanya tanda ekspresi afek :suara yang monoton, dan wajah tidak bergerak,
(5) Avolisi / Apati adalah irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan atau ketidak acuhan dan
(6) Defisit perhatian (atensi) adalah menurunnya jumlah usaha   yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktifitas; kemampuan untuk berkon sentrasi.

2.1.1.2.  Gejala kognitif
Gejala kognitif tersebut yakni:
(1) Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarkan  musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan,
(2) Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru dan
(3) Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat.
 Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.
2.1.1.1.  Gejala alam perasaan
Beberapa gejala alam perasaan meliputi:
(1) Disforia merupakan mood yang tidak menyenangkan,
(2) Gagasan bunuh diri merupakan keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwanya dan
 (3) Keputusasaan
2.1.1.2.  Disfungsi social
Disfungsi Sosial/ okupasional yang berpengaruh pada pekerjaan /aktivitas, pada hubungan interpersonal perawatan diri, serta  mortalitas/ morbiditas
2.1.1. Penatalaksanaan medis
2.1.1.1.  Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain: (1) Anti Psikotik. Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain:
a.  Chlorpromazine, Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b.     Trifluoperazine, Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c.     Haloperidol, Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. DOSIS awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien. (2) Anti Parkinson yakni terdiri dari:
a.  Riheksipenydil (Artane), Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
b.  Difehidamin, Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
(3)   Amitriptylin untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari  dan Imipramin, Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari dan (4) Anti Ansietas, Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
a.  Fenobarbital         : 16-320 mg/hari
b.     Meprobamat        : 200-2400 mg/hari
c.     Klordiazepoksida    : 15-100 mg/hari
2.2 Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1  Pengertian
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal ( Stuart dan sundeen ; 1998)
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin“ aneh”( misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia) atau  ( hanya sangat tidak mungkin, contoh malaiakat disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan
bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba  :2008).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secar logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control ( Depkes RI ; 2000)
Waham adalah suatau keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat ; 1999).
2.2.2 Pohon Masalah





2.2.3 Tanda dan Gejala
Menurut Direja (2011), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a.   Status mental
1.    Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
2.    Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3.    Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4.    Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
5.    Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.
6.    Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
b.            Sensori dan kognisi
1.    Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
2.    Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3.    Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
4.    Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
2.2.4  Penatalaksanaan Keperawatan
 2.2.4.1 Pengertian
1.            Faktor predisposisi
a.            Faktor Biologis
Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
Neurobiologis; waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya gangguan pada korteks pre frontal.
Virus paparan virus influensa pada trimester III.
b.            Faktor Sosio kultural
Faktor perkembangan  : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).
c.            Faktor Psikologi, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda /bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Contohnya  ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2.            Faktor Presipitasi
a.            Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
b.            Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
c.            Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan ( Direja : 2011).

Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
1.            Apakah pasien memiliki pikiran/ isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap?
2.            Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
3.            Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak nyata?
4.            Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
5.            Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakn oleh orang lain ?
6.            Apakah pasien berpikir bahwa berpikir atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau kekuatan dari luar?
7.            Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
2.2.4.2  Analisa Data
Masalah Keperawatan
Data yang perlu dikaji
Perubahan Proses Pikir : waham
Subjektif :
   Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat.
   Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus.
Objektif:
·        Klien terlihat trus ngoceh tentang kemampuan yang di milikinya
·        Pembicara klien cendrung berulang .
·        Isi pembicara tidak sesuai dengan kenyataan.


2.2.4.3
 Diagnosa Keperawatan
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif dan objektif ditemukan pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkkan adalah : Gangguan proses pikir : Waham Kebesaran

2.2.4.4  Intervensi
1.            Tindakan keperawatan untuk pasien
a.            Tujuan keperawatan
1.            Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
2.            Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
3.            Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
4.            Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
b.            Tindakan keperawatan
a.            Membina Hubungan
Bina hubungan saling percaya sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham,saudara harus membina hubungan saling percayaterlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1.      mengucapkan salam terapeutik
2.      berjabat tangan
3.      menjelaskan tujuan interaksi
4.       membuat kontrak topic,waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b.            Membantu orientais realitas
1. Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2. Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3.Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari- hari
4.Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya.
5.Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitasi Diskusikan dengan pasien kemampuan pasien realistis yang dimilikinya pada saat yang lalu dan saat ini
6.Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang dimilikinya
c.            Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan,rasa takut,dan marah
d.            Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasie
e.            Mendiskusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki.
f. Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
g.            Mendiskusikan tentang obat yang diminum.
h.            Melatih minum obat yang benar.
Strategi pelaksanaan pada pasien adalah sebagai berikut:
1.            SP 1 pasien
Membina hubungan saling percaya , mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan , perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan fisik pertama ( latihan napas dalam).
2.            SP 2 pasien
Membantu pasien latihan menegndalikan perilaku kekerasan dengan fisik kedua ( evaluasilatihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan debgan cara fisik kedua)
3.            SP 3 pasien
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial /verba (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan kekerasa, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal)
4.            SP 4 pasien
Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual ( diskusikan hasil latihan menegndalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latiahn beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ brdoa)
2.            Tindakan keperawatan yang ditujukan pada keluarga
a.            Tujuan Keperawatan
1.            Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
2.            Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
3.            Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal.
b.            Tindakan
1.            Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang di alami pasien
2.            Diskusikan dengan keluarga yang dihadapi keluarga saat merawat pasien dirumah.
c.            Diskusikan dengan keluarga tentang:
1. Cara  merawat asien waham dirumah
2. Follow up dan keteraturan pengobatan
3. Lingkungan yang tepat untuk pasien
4. Obat pasien( nama obat, \dosis, frekuensi,efek samping, akibat penghentian obat)
5. kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera
d.berikan latihan kepada keluarga tentang cara merawat pasien waham.
e. Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga.
Strategi Pelaksanaan pada keluarga natara lain :
1.            SP 1 keluarga
Membina hubungan saling percaya dengan kelurga ; mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah ; dan emmbantu pasien untuk patuh minum obat.
2.            SP 2 Keluarga
Melatih keluarga cara merawat pasien.
3.            SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Tujuan
kriteria evaluasi
Intervensi
Pasien mampu :
   Berorientasi kepada realitas secara bertahap.
   Mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
   Menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Setelah ....x pertemuan, pasien dapat memenuhi kebutuhannya.
SP 1 :
   Identifikasi kebutuhan pasien.
   Bicara konteks realita ( tidak mendukung atau membantah waham pasien).
   Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya “ dasar “.
   Masukkan dalam jadwal harian pasien.

Setelah ....X pertemuan, pasien mampu :
   Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
   Mampu menyebutkan serta memilih kemampuan yang dimiliki.
SP 2 :
   Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1).
   Identifikasi potensi/ kemampuan yang dimiliki.
   Pilih dan latih potensi/ kemampuan yang dimiliki.
   Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
Setelah .......X pertemuan pasien dapat meneybutkan kegiatan yang sudah dilakuakn dan mampu memilih kemampuan lain yang dimiliki
SP 3 :
   Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 dan SP 2 ).
   Pilih kemampuan yang dapat dilakukan.
   Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki.
   Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
keluarga mampu :
   Mengidetifikasi waham pasien.
   Memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
   Mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal.
Setelah ......X pertemuan, keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan menjelaskan cara merawat pasien.
SP 1 :
   Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien.
   Jelaskan proses terjadinya waham.
   Jelaskan tentang cara merawat pasien waham.
   Latih / simulais cara merawat.
   RTL keluarga / jadwal merawat pasien.

Setelah ......X  pertemuan keluarga mampu :
   Menyebutkan kegiatan yang sesuai dilakukan .
   Mampu memperagakan cara merawat pasien.
SP 2 :
   Evaluasi kegiatan yang lalu.
   Latih keluarga car merawat pasien ( langsung Pasien ).
   RTL keluarga.
Setelah ....X pertemuan keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan mampu menjelaskan cara merawat pasien.
SP 3 :
   Evaluasi kemampuan keluarga.
   Evaluasi kemampuan pasien.
   RTL keluarga.
Follow Up
Rujukan

















BAB  III
TINJAUAN KASUS
3.1. PENGKAJIAN
                        I.     Data Klien
a.       Identitas Klien
Nama                   : Ny.S
Umur                   : 38 Tahun
Jenis Kelamin       : Perempuan
Ruangan               : Cempaka
Tanggal masuk     : 02 September 2008
No.RM                : 02-59-14
                      II.     Alasan masuk
Pasien mengatakan marah-marah, memukul abangnya dan pasien suka mengatakan dirinya adalah gubernur.
                   III.     Faktor predisposisi
a.       Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?
b.      Pengobatan sebelumnya kurang berhasil sehingga pasien tidak pulang-pulang sudah 3 tahun.
c.       Pasien tidak pernah melakukan aniaya fisik dan keluarganya maupun orang lain.
d.      Anggota keluarga tidak ada mengalami gangguan jiwa.
e.       Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, klien mengatakan pelangalam masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien pernah dibohongi abang kandungnya
                   IV.     Fisik
Tanda vital:
TD                 : 120/80 mmHg
Nadi              : 80 x/i
Suhu              : 36,5 0c
Pernapasan    : 22 x/i
Tidak ada keluhan fisik pasien
                     V.     Psikososial
a.       Genogram








 





                : Laki-laki
                : Perempuan
                : Pasien
b.      Konsep diri
1.        Gangguan diri : Pasien mengatakan tidak senang bentuk rambutnya karna rambut klien rontok.
2.        Identitas : Pasien adalah seorang perempuan tamatan SMP dan bekerja sebagai seorang rumah tangga.
3.        Peran : Pasien mengatakan pasien berperan sebagai ibu rumah tangga.
4.        Ideal diri : Pasien mengatakan dia adalah seorang gubernur.
5.        Harga diri : Semenjak di rumah sakit jiwa pasien merasa malu
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : HDR
c.       Hubungan sosial
1.        Orang yang berarti: Pasien mengatakan orang yang berarti yaitu keluarganya.
2.        Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat; Pasien mengatakan sebelum sakit pasien sering mengikuti ibadah dilingkungan.
3.        Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan tidur ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
d.      Spiritual
1.        Nilai dalam keyakinan : Klien mengatakan dia beragama kristen protestan
2.        Kegiatan ibadah : Sebelum dan sesudah sakit pasien tidak lupa untuk berdoa.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
                   VI.     Status Mental
1.      Penampilan, cara berpakaian  rapi kulit pasien tampak bersih.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2.      Pembicaraan, pasien berbicara dengan cepat dan dapat menjawab sesuai dengan pertanyaan perawat.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.      Aktivitas motorik, Tampak gelisah ketika diajak berkomunikasi
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
4.      Alasan perasaan, Pasien mengatakan sedih semenjak dirawat kembali dirumah sakit jiwa.
Masalah keperawatan : Kerusakan komunikasi verbal
5.      Afek, saat pasien diajak berkomunikasi pasienmemberi respon sesuai dengan stimulasi
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
6.      Interaksi selama wawancara, selama wawancara pasien dapat berinteraksi dengan kooperatif, kontak mata baik, menjawab pertanyaan dengan jelas.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
7.      Persepsi, pasien mengatakan tidak pernah mendengar atau melihat yang aneh-aneh.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
8.      Proses pikir, daya ingat pasien masih bagus.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
9.      Isi pikir, pasien terlalu terobsesi sebagai seorang gubernur.
Masalah keperawatan : Perubahan isi pikir : waham kebesaran
10.  Tingkat kesadaran, pasien mengatakan sadar kalau sekarang dirinya sedang berada di Rumah Sakit Jiwa.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
11.  Memori, pasien mengatakan daya ingat yang masih baik.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

12.  Tingkat konsentrasi dan berhitung, pasien mampu menjawab pertanyaan dalam soal berhitung dalam hitungan yang sederhana.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
13.  Kemampuan penilaian, pasien dapat menilai sederhana seperti membedakan yang kotor dan yang bersih.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
14.  Daya titik diri, pasien tidak mengingat penyakit yang diderita, dia sadar bahwa dia mengalami gangguan jiwa dan sekarang di rawat di rumah sakit jiwa.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
                VII.     Kebutuhan Persiapan Pulang
1.      Pasien dalam: makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian bersih membutuhkan bantuan minimal.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
2.      Istirahat dan tidur: pasien mengatakan tidur siang lamanya 13.00-15.00 dan tidur malam lamanya jam 22.00-05.00.
3.      Penggunaaan obat : pasien mengatakan memerlukan keluarga yang mengontrol pasien minum obat.
4.      Pemeliharan kesehatan : pasien memerlukan perawatan lanjut dan sistem pendukung seperti lingkungan dan keluarga.
5.      Kegiatan dirumah, pasien mengatakan dirumah pasien dapat melakukan pekerjaan rumah tangga.
6.      Kegiatan di luar rumah, pasien mengatakan dapat belanja untuk kebutuhan sehari-hari.
              VIII.     Mekanisme koping
Mekanisme koping adaptasi meliputi: olah raga, bicara dengan orang lain
                   IX.     Kurang Pengetahuan Tentang
Pasien megatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita
                     X.     Aspek Medis
Terapi medis : Skizofrenia paranoid
CPZ 100mg 2x1, THP 2mg 2x1 dan Haloperinol 5 mg 2x1
                   XI.     Pohon Masalah
Kerusakan komunikasi verbal             Resiko tinggi mencederai                                                                                 diri, orang lain dan                                                                                                        lingkungan.


                           Perubahan isi pikir : Waham

                          Gangguan konsep diri : HDR

                             Isolasi sosial menarik diri
                XII.     Daftar Masalah Keperawatan
Perubahan proses pikir : Waham
              XIII.     Analisa Data
DATA
MASALAH KEPERAWATAN
Subjektif :
1.     Klien mengatakan bahwa dirinya adalah yang benar.
2.     Klien mengatakan dirinya sorang gubernur.
Objektif :
1.     Klien terus mengoceh tentang kemampuan yang dimilikinya.
2.     Pembicaraan klien cenderung berulang
3.     Isi bicara tidak sesuai dengan kenyataan
Perubahan proses pikir : Waham kebesaran.

No comments:

Post a Comment