MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN
HALUSINASI
D
I
S
U
S
U
N
O L E H :
KELOMPOK
VI
Leo Sugiarto
Anita
Mefitri
Elly
Charles
Juliana Purba
Winda
Betsaida
Semaria
Suryadi
STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
T. A. 2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan suatu penugasan
dari perkuliahan Keperawatan Jiwa II.
Penulis
tidak lupa mengucapakan terimakasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa II, Ns. Walter. S.Kep., M.Kep. S.Pj. yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing kelompok dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir
kata tiada gading yang tak retak, demikian pula isi makalah ini. Atas
perhatian diucapkan terimakasih.
Medan,
Pebruari 2012
P E N U L I S
K
E L O M P O K VI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………… ii
BAB I : PENDAHULUAN
I. 1.
Latar Belakang ………………………………………………………… 1
BAB
II : TINJAUAN TEORI
II. 1. Konsep Medis ………………………………………………………… 2
II. 1. A. Pengertian
Skizofrenia ………………………………………… 2
II. 1. B. Etiologi ………………………………………… 2
II. 1. C. Tipe
Skizofrenia ………………………………………… 4
II. 1. D. Gejala
Positif dan Gejala Negatif Skizofrenia……………………... 5
II. 1. E. Penatalaksanaan
Skizofrenia……………………………………….. 6
II. 2. Konsep Keperawatan…………………………………………………… 7
II. 2. A
Pengertian Halusinasi ………………………………………… 7
II. 2. B
Etiologi ………………………………………… 7
II. 2. C
Tanda dan Gejala Halusinasi ………………………………… 9
II. 2. D
Jenis dan Isi Halusinasi ………………………………………… 10
II. 2. E
Pengkajian Keperawatan ………………………………………… 11
II. 2. F
Diagnosa Keperawatan ………………………………………… 12
II. 2. G
Intervensi Keperawatan ………………………………………… 13
BAB III : PROSES
KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI DENGAR
III.1
Pengkajian ………………………………………………… 15
III.2
Diagnosa Keperawatan………………………………………………... 15
III.3
Intervensi Keperawatan……………………………………………….. 15
III.4
Implementasi Keperawatan……………………………………………. 18
III.5
Evaluasi dan Dokumentasi Keperawatan……………………………… 26
BAB IV : PENUTUP
IV.1
Kesimpulan ………………………………………………………..... 28
IV.2
Saran …………………………………………………………. 28
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………. 29
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang
sempurna baik fisik, mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan
kelemahan.
Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat
adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh
manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional
psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang
memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan
kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan
jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress
(misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area
fungsi yang penting) (Videbeck, 2008)
Skizofrenia
adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku
psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara
(Kusumawati dan Hartono).
BAB II
TINJAUAN TEORI
II.
1. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Skizofrenia
Skizofrenia
adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku
psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Suatu
penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,
emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu disebut sebagai skizofrenia
(Videbeck, 2008)
B. Etiologi
Ahli
teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul akibat hubungan
disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja. Satu teori yang popular
mengatakan bahwa skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas berlebihan, terlalu
protektif, atau tidak perhatian secara emosional atau ayah yang jauh dan suka
mengontrol. Tidak ada satupun teori interpersonal ini yang terbukti benar,
tetapi walaupun penelitian ilmiah terbaru menemukan jawaban tentang penyebab
neurologis/neurokimia, banyak individu masih percaya bahwa skizofrenia terjadi
akibat disfungsi pengasuh anak atau dinamika keluarga
Banyak orangtua atau anggota
keluarga individu yang terdiagnosis skizofrenia menderita karena apa yang mereka
lakukan “salah” atau apa yang mereka dapat lakukan untuk membantu mencegah
penyakit tersebut (Sheila, 2008)
Penelitian ilmiah terbaru mulai
menunjukan bahwa skizofrenia adalah akibat dari suatu tipe disfungsi otak. Pada
tahun 1970-an penelitian mulai berfokus pada sebab-sebab neurokimia yang
mungkin, dan hal ini masih menjadi focus utama penelitan dan teori saat ini.
Teori neurokimia/neurologis didukung oleh efek anti psikotik yang membantu
mengontrol gejala psikotik dan alat pencitraan saraf seperti: Computed
Tomography (CT) yang menunjukan bahwa struktur dan fungsi otak individu yang
mengalami skizofrenia berbeda.
a. Teori
biologi
-
Factor genetic
Berfokus pada
keluarga terdekat seperti orangtua, saudara kandung, dan anak cucu untuk
melihat apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan secara genetic.
-
Factor neuroanatomi dan neurokimia,
Penelitian
menunjukan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang
relative lebih sedikit; hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan
perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya.
Penelitian neurokimia secara
konsisten memperlihatkan adanya perubahan system neurotransmitter otak pada
individu penderita skizofrenia. Tampaknya terjadi malfngsi pada jaringan neuron
yang mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf
melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pasca sinaptik di sel-sel
saraf yang lain.
-
Factor imunovirologi
Ada teori
popular mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu penderita
skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus, atau respon imun tubuh
terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Baru-baru ini para peneliti
memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal
skizofrenia.
b. Pertimbangan
Budaya
Penting untuk
menyadari perbedaaan budaya ketika mengkaji gejala skizofrenia. Ide yang
tampaknya merupakan waham pada suatu budaya seperti kepercayaan pada hal-hal
magis atau sihir, dapat menjadi hal yang umum pada budaya lain. Di beberapa
budaya, halusinasi pendengaran atau penglihatan, misalnya melihat Bunda Maria
atau mendengar suara Tuhan juga dapat menjadi bagian normal pengalaman
keagamaan (Videbeck, 2008).
Dalam suatu
penelitian berskala besar yang melibatkan 26.400 klien psikiatri, Flaskerud dan
Hu 1992 menemukan perbedaan signifikan dalam diagnosis psikiatri yang ditegakan
pada klien rawat inap maupun klien rawat jalan. Klien Amerika-Afrika dan Asia
lebih sering didiagnosis skizofrenia
dari pada klien kulit putih (Videbeck, 2008).
Mezzich, Lin dan
Hughes (2000) meringkas beberapa perilaku psikotik yaitu :
-
Bouffee
delirante, suatu sindrom yang ditemukan di Afrika Barat dan
Haiti, mencakup perilaku agresif yang muncul tiba-tiba, kebingungan yang nyata.
Sindrom ini kadang-kadang disertai halusinasi penglihatan dan pendengaran.
-
Ghost
sickness, adalah orang yang telah meninggal sering kali
dilihat oleh penduduk. Gejalanya meliputi mimpi buruk, kelemahan, merasa da
bahaya, kehingan nafsu makan, takut, ansietas, penurunan kesadaran.
-
Locura,
mengacu
pada psikosis kronis yang dialami orang latin di Amerika Serikat. Gejalanya
meliputi halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan, ketidakmampuan mematuhi
peraturan social dan kemugkinan melakukan tindak kekerasan.
-
Reaksi
psikotik qi-gong adalah suatu episode akut dan dibatasi
waktu yang ditandai oleh gejala disosiatif, paranoid.
-
Zar,
adalah
suatu pengalaman roh-roh memasuki individu lain yang ditemukan di Etiopia,
Somalia, Mesir, Iran, Sudan dan Afrika Utara. Individ yang kerasukan mungkin
tertawa, menangis, berteriak, membentur kepalanya ke dinding atau bersifat
apatis dan menarik diri (Videbeck, 2008).
C. Tipe
Skizofrenia
Menurut Videbeck (2008) tipe-tipe
skizofrenia adalah :
a.
Skizofrenia tipe paranoid: ditandai
dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau dimata-matai) atau waham
kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan, perilaku
agresif dan bermusuhan.
b.
Skizofrenia tipe tidak terorganisasi:
ditandai dengan afek datar atau afek yang tidak sesuai secara nyata,
inkoerensi, asosiasi longgar dan disorganisasi perilaku yang ekstrem.
c.
Skizofrenia tipe katatonik: ditandai
dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau
aktivitas atau motorik yang berlebihan, negativism yang ekstrem, mutivisme,
gerakan volunter yang aneh.
d.
Skizofrenia tipe tidak dapat dibedakan:
ditandai dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai
dengan gangguan pikiran, afek dan perilaku.
e.
Skizofrenia tipe residual: ditandai
dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya tetapi saat ini tidak
psikotik, menarik diri dari masyrakat, afek datar, serta asosiasi longgar.
D.
Gejala Positif dan Gejala Negatif
Skizofrenia
Ada
beberapa gejala positif dan negative pada individu penderita skizofrenia
(Videbeck, 2008), yaitu:
a. Gejala
positif (gejala yang tampak)
-
Halusinasi : persepsi sensori yang salah
atau pengalaman persepsi sensori yang tidak terjadi dalam realitas
-
Waham : keyakinan yang salah dan dipertahankan
yang tidak memiliki dasar dalam realitas
-
Ekopraksia : peniruan gerakan dan
gesture orang lain yang dialami klien
-
Flight of ideas : aliran verbalisasi
yang terus menerus saat individu melompat dari satu topik ke topik lain dengan
cepat.
-
Preserverasi : terus menerus
membicarakan satu topic atau gagasan; pengulangan kalimat, kata atau frasa
secara verbal, dan menolak untuk mengubah topic tersebut.
-
Asosiasi longgar : pikiran atau gagasan
yang terpecah-pecah atau buruk
-
Gagasan rujukan : kesan yang salah bahwa
peristiwa eksternal memiliki makna khusus bagi individu
-
Ambivalensi : mempertahankan keyakinan
atau perasaan yang tampak kontradiktif tentang individu, peristiwa, atau
situasi yang sama
b. Gejala
negative atau yang samar
-
Apati : perasaan tidak peduli terhadap
individu, aktivitas, peristiwa
-
Alogia : kecenderunagn berbicara sedikit
atau menyampaikan substansi makna (miskin isi)
-
Afek datar : tidak adanya ekspresi wajah
yang akan menunjukan emosi atau mood
-
Afek tumpul : rentang keadaan perasaan
emosional atau mood yang terbatas
-
Anhedonia : merasa tidak senang atau
tidak gembira dalam mejalani hidup, aktivitas dan hubungan
-
Katatonia : imobilitas karena factor
psikologis, kadang kala ditandai oleh periode agitasi atau gembira; klien
tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
-
Tidak memiliki kemauan : tidak adanya
keinginan, ambisi atau dorongan untuk bertindak melakukan tugas-tugas.
E. Penatalaksanaan
Skizofrenia
Menurut Stuart (2006) adapun
ringkasan bukti pengobatan untuk skizofrenia yaitu :
1.
Obat-obatan antipsikotik konvensional
(seperti klorpromazin, flufenazin, haloperidol, loksapin, perfenazin,
trifluoperazin, tiotiksen, dan tioradizen) terbukti mengurangi gejala positif
skizofrenia dan secara signifikan menurunkan risiko relaps simtomatik dan
dirawat inap ulang. Namun, efek samping neurologis yang serius menyebabkan obat
ini sulit ditoleransi oleh banyak pasien
skizofrenia.
2.
Kelompok obat-obat antipsikotik
“atipikal” terbaru (seperti klozapin, risperidon, olanzopin, quetiapin,
ziprasidon) telah menunjukan efektivitas yang dapat dibandingkan atau lebih
baik untuk mengatasi gejala skizofrenia yang secara signifikan menurunkan
resiko gangguan neurologis yang merugikan. Obat-obat ini terutama efektif dalam
mengatasi gejala negative skizofrenia.
Selanjutnya, dalam konsep keperawatan, akan dibahas
mengenai halusinasi. Halusinasi merupakan salah satu gejala positif dari
skizofrenia.
II. 2. KONSEP
KEPERAWATAN
2. 1. Pengertian
Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag
eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala
gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi:
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan
penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah
mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang
berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi
tersebut (Stuart, 2007).
Dari
beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara,
terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. 2. Etiologi
1.
Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2006) factor predisposisi meliputi:
a.
Biologis
Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
ü Penelitian
pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
ü Beberapa zat
kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
ü Pembesaran
ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b.
Psikologis
Keluarga,
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.
Sosial Budaya
Kondisi
sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor
Presipitasi
a.
Biologis
Stressor
biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptive meliputi:
-
gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik
otak, yang mengatur proses informasi
-
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
(komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
b.
Lingkungan
Ambang
toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis beinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku (Stuart,
2006)
2. 3. Tanda dan
Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
·
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
·
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
·
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang
mengasyikkan.
·
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
·
Perilaku menyerang teror seperti panik.
·
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh
orang lain.
·
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
seperti amuk dan agitasi.
Menurut Stuart dan Laraia (2008),
halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
Pikiran
logis
Persepsi
akurat
Emosi
konsisten dengan pengalaman
Perilaku
sesuai dengan hubungan sosial
|
Pikiran
kadang menyimpang
Ilusi
Reaksi
emosional berlebihan atau kurang
Perilaku
aneh atau tak lazim
Menarik
diri
|
Gangguan pikiran/waham
Halusinasi
Kesulitan untuk memproses emosi
Ketidakteraturan perilaku isolasi sosial
|
Respon adaptif
|
Respon maladaptif
|
·
Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis
dan koheren.
·
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang
melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu
sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
·
Emosi konsisten dengan pengalaman: yaitu manifestasi
perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan
biasanya berlangsung tidak lama.
·
Perilaku sesuai hubungan sosial: perilaku individu
berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh
norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
·
Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis
menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
·
Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu
menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang
memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian
diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
·
Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi
perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
·
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku
individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima
oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
·
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu
berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh
norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
·
Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
·
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh
lingkungan sosial dalam berinteraksi
2. 4. Jenis dan Isi
Halusinasi
Menurut Stuart (2006) ada beberapa jenis halusinasi,
yaitu :
·
Pendengaran
Mendengar
suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
·
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
·
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin,
dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering
akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
·
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
·
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
2. 5. Pengkajian Keperawatan
a. Jenis dan Isi Halusinasi
Ada lima
jenis halusinasi yang umum yaitu :
-
Pendengaran
-
Penglihatan
-
Penghiduan
-
Pengecapan
-
Perabaan
b. Faktor Penyebab Halusinasi
Faktor Predisposisi dan Faktor
Presipitasi
-
Biologis
-
Psikologis
-
Social budaya
c.
Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti inteligensi
atau kreativitas yang tinggi. Orangtua harus secara aktif mendidik anak-anak
dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya
belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang
penyakit, financial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenanga, dan kemampuan
untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan (Stuart, 2006)
d.
Mekanisme koping.
·
Regresi, berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit
energy untuk kehidupan sehari-hari
·
Proyeksi, sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi
·
Menarik diri (Stuart, 2006)
e.
Perilaku halusinasi.
·
Isi halusinasi sesuai dengan jenis
halusinasi yang dialami pasien
·
Waktu terjadinya halusinasi
·
Frekuensi terjadinya halusinasi.
·
Situasi pencetus atau keadaan yang
menimbulkan halusinasi
·
Respons klien saat halusinasi.
A. Diagnosa Keperawatan
Gangguan
persepsi sensori : Halusinasi
B.
Intervensi
Keperawatan
Intervensi untuk pasien dengan halusinasi dilakukan tidak hanya pada
pasien. Keluarga juga harus mengambil bagian dalam perawatan pasien, karena itu
perawat sebaikanya memberikan beberapa intervensi untuk keluarga. Intervensi
untuk pasien terdiri dari 4 tahap, sementara untuk keluarga ada 3 tahap.
Tahapan tersebut dapat dilihat pada bab selanjutnya.
Menurut Kelliat (2009), adapun intervensi pasien dengang halusinasi yaitu :
Intervensi untuk Pasien
a.
Bantu pasien
mengenali halusinasi
Untuk
membantu pasien mengenali halusinasi perawat dapat berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar pasien), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
respon pasien saat halusinasi muncul.
b.
Melatih pasien
mengontrol halusinasi
1.
Menghardik
halusinasi
Berikut
tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien:
Ø Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Ø Memperagakan cara menghardik
Ø Meminta pasien memperagakan ulang
Ø Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien
2.
Bercakap-cakap
dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan
orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain, terjadi distraksi ; focus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukannya dengan orang lain.
3.
Melakukan aktivitas
terjadwal
Ø Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
Ø Mendiskusikan aktivitas yang dapat dilakukan pasien
Ø Melatih pasien melakukan aktivitas
Ø Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari
bangun sampai tidur malam.
Ø Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
4.
Minum obat
secara teratur
Ø Jelaskan kegunaan obat
Ø Jelaskan akibat dari putus obat
Ø Jelaskan cara mendapat obat/berobat
Ø Jelaskan cara meminum obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar dosis, benar cara dan benar waktu)
Intervensi
Untuk Keluarga Pasien
Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan untuk keluarga pasien halusinasi adalah
sebagai berikut :
a.
Diskusikanlah
masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b.
Berikan
pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara merawat pasien halusinasi.
c.
Berikan
kesempatan pada keluarga pasien untuk memperagakan cara merawat pasien
halusinasi langsung di hadapan pasien.
d.
Buat perencanaan
pulang dengan keluarga.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:
HALUSINASI DENGAR
III.
1. Pengkajian
1.
Data Subjektif :
-
Mendengar
suara-suara atau kegaduhan
-
Mendengar suara
yang mengajak bercakap-cakap
-
Mendengar
sesuatu yang memerintah atau melakukan sesuatu yang berbahaya
2.
Data Objektif :
-
Bicara atau
tertawa sendiri
-
Marah-marah
tanpa sebab
-
Mencondongkan
telinga ke arah tertentu
-
Menutup telinga
rapat-rapat
III.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
III.
3. Intervensi Keperawatan
1.
Tindakan
keperawatan pada pasien :
Tujuan
: - pasien dapat mengenali halusinasi
yang dialaminya
-
Pasien dapat
mengintrol halusinasinya
-
Pasien mengikuti
program pengobatan secara optimal
Intervensi Keperawatan :
c.
Bantu pasien
mengenali halusinasi
Untuk
membantu pasien mengenali halusinasi perawat dapat berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar pasien), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
respon pasien saat halusinasi muncul.
d.
Melatih pasien
mengontrol halusinasi
e.
Menghardik
halusinasi
Menghardik
halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memedulikannya.
Berikut
tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien:
Ø Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Ø Memperagakan cara menghardik
Ø Meminta pasien memperagakan ulang
Ø Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien
f.
Bercakap-cakap
dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan
orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain, terjadi distraksi ; focus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukannya dengan orang lain.
g.
Melakukan
aktivitas terjadwal
Untuk
mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri
melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien
tidak mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering mencetuskan halusinasi.
Oleh karena itu halusinasi dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai dengan malam. Tahapan intervensinya meliputi :
Ø Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
Ø Mendiskusikan aktivitas yang dapat dilakukan pasien
Ø Melatih pasien melakukan aktivitas
Ø Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari
bangun sampai tidur malam.
Ø Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
h.
Minum obat
secara teratur
Minum
obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih
untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering mengalami putus obat sehingga
mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi untuk mencapai keadaan semula
membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu pasien harus dilatih minum obat
sesuai program dan berkelanjutan. Berikut intervensinya :
Ø Jelaskan kegunaan obat
Ø Jelaskan akibat dari putus obat
Ø Jelaskan cara mendapat obat/berobat
Ø Jelaskan cara meminum obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar dosis, benar cara dan benar waktu)
2.
Tindakan
keperawatan pada keluarga
Tujuan : -
keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah
- Keluarga dapat menjadi system pendukung yang
efektif bagi pasien.
Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan untuk keluarga pasien halusinasi adalah
sebagai berikut :
e.
Diskusikanlah
masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
f.
Berikan
pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara merawat pasien halusinasi.
g.
Berikan
kesempatan pada keluarga pasien untuk memeragakan cara merawat pasien
halusinasi langsung di hadapan pasien.
h.
Buat perencanaan
pulang dengan keluarga.
III.
4. Implementasi Keperawatan
1.
Pasien
SP 1: Membantu pasien mengenal halusinasi,
menjalaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan menghardik halusinasi.
Tahap Orientasi
“Selamat pagi! Saya
perawat yang akan merawat Anda. Saya suster Elisabeth. Nama Anda siapa ? Senang
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan V
hari ini? Apa keluhan V saat ini?”
“Baiklah, bagaimana
kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini V dengar, tetapi tidak
Nampak wujudnya? Dimana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau
30 menit?”
Tahap Kerja
“Apakah V mendengar
suara tanpa ada wujudnya ? Apa yang dikatakan suara itu?
“Apakah terus menerus
terdengar atau sewaktu-waktu ? Kapan V paling sering mendengar suara itu ?
berapa kali sehari V alami ? Pada keadaan apa suara itu terdengar ? Apakah pada
waktu sendiri?
“Apa yang V rasakan
pada saat mendengar suara itu ? Apa yang V lakukan saat mendengar suara itu ?
apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang ? bagaimana kala kita belajar
cara-cara mencegah suara-suara itu muncul ?”
“V, ada empat cara
untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama dengan menghardik suara itu.
Kedua dengan bercakap-cakap pada orang lain. Ketiga melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat secara teratur.”
“Bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya adalah, saat suara itu
muncul V bilang pergi sana saya tidak mau dengar. Saya tidak mau dengar! Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba V peragakan. Nah,
begitu. Bagus! Coba lagi. Ya, bagus! V sudah bisa!”
Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V
setelah memeragakan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan
coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya? (masukkan keegiatan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan sehari pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Pukul berapa?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Dimana tempatnya?”
“Baiklah V, sampai
jumpa!”
SP 2: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Tahap orientasi
“Selamat pagi V.
bagaimana perasaan V hari ini ? apakah suara-suaranya masih muncul ? apakah
sudah dipakai cara yang sudah kita latih?
Berkurangkah suara-suaranya? Bagus! Sesuai dengan janji kita tadi saya
akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau dimana? Di sini saja?
Tahap kerja
“Tahap kedua untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi
kalau V mendengar suara-suara langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Minta teman untuk ngobrol dengan V. contohnya begini, ‘tolong saya mulai dengar
suara-suara, jadi tolong ngobrol dengan saya.’ Atau kalau V lagi di rumah
dengan kakak V, minta tolong saja ke kakak V, ‘kak, V dengar sara-suara itu
lagi, ayo ngobrol dengan V.’Begitu V. coba V lakukan lagi yang saya lakukan
tadi. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi. Begitu. Bagus! Nah, latih terus ya
V.”
Di sini V dapat
mengajak perawat untuk berlatih bercakap-cakap dengan orang lain.
Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V
setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang V pelajari untuk mencegah
suara-suara itu? Bagus! Cobalah kedua cara itu kalau V mendengar sara-suara itu
lagi. Bagaimana kalau kita masukan dalam daftar jadwal harian V? Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah,
nanti lakukan sewaktu-waktu jika suara itu muncul. Besok pagi saya kesini lagi.
Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga, yaitu melakukan aktivitas terjadwal?
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi? Mau dimana? Di sini lagi? Sampai
besok ya. Selamat pagi!
SP 3: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktivitas terjadwal.
Tahap orientasi
“Selamat pagi V.
Bagaimana perasaan V pagi ini?
“Apakah suara-suara itu
masih muncul? Apakah sudah dilakukan dua cara yang sudah dilatih itu? Bagaimana
hasilnya? Bagus?
“Sesuai dengan janji
kita, saya akan melatih cara ketiga untuk mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas terjadwal.”
“Mau dimana kita
bicara? Baik, kita duduk di ruang tamu saja. Berapa lama kita bicara? Bagaimana
kalau 30 menit? Baiklah.”
Tahap kerja
“Apa saja yang biasa V
lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya,
terus jam berikutnya apa? (Terus kaji hingga didapat kegiatannya sampai malam)
“Wah, banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini. (Latih kegiatan tersebut).
Bagus sekali jika V bias lakukan!”
“Kegiatan ini dapat V
lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita
latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V
setelah kita bercakap-cakap cara yang ketga untuk mencegah suara-suara? Bagus
sekali! Coba sebutkan 3 cara yang sdah kita latih untuk mecegah suara-suara.
Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian V. coba lakukan
sesuai jadwa ya!” (Perawat dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau
menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna
obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12? Di ruang makan ya! Sampai jumpa!
SP 4: Melatih pasien minum obat secara teratur.
Tahap orientasi
“Selamat siang V.
bagaimana perasaan V siang ini ? apakah usara-suaranya masih muncul ? apakah
sudah digunakan tiga cara yang sudah kita latih? Apakah jadwal kegiatannya
sudah dilaksanakan ? apakah tadi pagi sudah minum obat ? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan
tentang obat-obatan yang V minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil
menunggu makan siang. Di sini saja ya V?”
Tahap kerja
“V, adakah bedanya
setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara itu berkurang ata hilang?
Minum obat sangat penting agar suara-suara yang V dengar dan mengganggu selama
ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang V minum? (Perawat menyiapkan obat
pasien). Ini yang warna oranye
(Chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini obat yang
berwarna putih (Tpyhexilpendil, THP) gunanya agar V tetap merasa rileks dan
tidak kaku. Sedangakan yang berwarna merah jambu (Haloperidol, HPL) berguna
untuk menenangkan pikiran-pikiran dan menghilangkan suara-suara. Semua obat ini
diminum iga kali sehari, setiap pukul 7 pagi, 1 siang dan 7 malam. Kalau suara
sudah hilang obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter,
sebab kalau putus obat, V akan kambuh dan sulit untuk kembali seperti semula.
Kalau obat habis, V bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. V juga
harus teliti saat minum obat-obat ini. Pastikan obatnya benar, artinya pastikan
obat ini benar-benar yang V punya. Jangan keliru dengan obat orang lain. Baca
namaka kemasannya. Pastikan obat diminum dengan benar dengan cara yang benar,
yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. V juga harus memperhatikan jumlah
obat berapa sekali minum, dan V juga harus cukup minum 10 gelas setiap hari.”
Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V
setelah kita bercakap-cakap mengenai obat? Sudah berapa cara yang kita latih
untuk mecegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (Jika jawaban benar). Mari
kita masukan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan V. jangan lupa minta
obat pada waktunya pada perawat atau pada orang di rumah jika V sedang di
rumah. Nah, makanan sudah datang.”
“Besok kita ketemu lagi
untuk melihat manfaat 4 cara mencegah sara-suara yang sudah kita bicarakan. Mau
pukul berapa? Bagaimana kalau pukul 10 pagi? Sampai jumpa. Selamat pagi.”
2.
Keluarga
SP 1: Memberikan pendidikan tentang kesehatan
tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan
gejala halusinasi, dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
Tahap orientasi :
“Selamat pagi
Bapak/Ibu, saya Elisabeth. Saya perawat yang merawat anak Bapak/Ibu. Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu ?”
“Hari ini kita akan
berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/Ibu alami dan bantuan apa yang
dapat diberikan kepadanya.”
“Kita mau diskusi
dimana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu Bapak/Ibu?
Bagaimana kalau 30 menit?”
Tahap kerja:
“Masalah apa yang
Bapak/Ibu alami dalam merawat V? Apa yang Bapak/Ibu lakukan?
“Ya, gejala yang
dialami oleh anak Bapak/Ibu itu disebut halusinasi, yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang sebenaranya tidak ada. Tanda-tandanya bicara dan tertawa
sendiri, atau marah-marah tanpa sebab. Jadi jika anak Bapak/Ibu mengatakan
mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada. Oleh karena itu kita
diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara yang dapat Bapak/Ibu lakukan untuk membantu V agar
bisa mengendalikan halusinasi nya. Cara-cara tersebut adalah: Pertama, di
hadapan V jangan membantah atau mendukung halusinasi. Katakan saja Bapak/Ibu
percaya kalau V mendengar suara-suara tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar
suara-suara itu. Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri
karena kala sendirian halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang yang
bercakap-cakap dengan V. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama dan
ibadah bersama. Terkait dengan kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu
untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau
pelaksanaannya dan berikan pujian jika V berhasil melakukannya. Ketiga, bantu
anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu
untuk minum obat secara teratur. Jadi Bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali.
Obatnya ada tiga macam, berwarna oranye namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan
suara-suara atau bayangan. Yang berwarna putih namanya THP berfungsi untuk
membuat V tenang dan tidak kaku. Yang berwarna merah jambu namanya LP gunanya
menenangkan pikiran. Semua obat ini harus diminum V tiga kali sehari pada pukul
7 pagi, 1 siang dan 7 malam. Obat harus selalu diminum untuk mencegah
kekambuhan. Terakhir, jika ada tanda-tanda halusinasi muncul lagi, putus
halusinasi dengan menepuk punggung V. Kemudian suruh V menghardik suara
tersebut. V sudah saya ajarkan bagaimana ara menghardik halusinasi. Sekarang,
mari kita latian memutuskan halusinasi V. Sambil menepuk punggung anak
Bapak/Ibu, katakan: V, sedang apa kamu? Kamu ingatkan apa yang diajarkan
perawat jika suara-suara itu datang? Ya, usir suara itu, V! Tutup telinga kamu
dan katakana pada saura itu saya tidak mau dengar! Ucapkan berulang-ulang, V.
Sekarang coba Bapak/Ibu praktikan cara yang baru saya ajarkan.
Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan
Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi V?
“Sekarang coba
Bapak/Ibu sebutkan kembali empat cara merawat V!”
“Bagus sekali Pak/Bu!
Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktikan cara memutus
halusinasi langsung di depan V. Jam berapa kita bertemu? Baiklah. Sampai
jumpa.”
SP 2 keluarga: melatih keluarga praktik merawat
pasien langsung di hadapan pasien. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk
memeperagakan bagaimana cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di
hadapan pasien.
Tahap orientasi
“Selamat pagi!
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ? Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana
cara memutuskan halusinasi anak Bapak/Ibu jika sedang mengalami halusinasi?
Bagus!”
“Sesuai dengan
perjanjian, selama 30 menit kita akan latihan bagaimana cara memutus halusinasi
secara langsung di hadapan anak Bapak/Ibu. Mari kita datangi anak Bapak/Ibu.”
Tahap kerja
“Selamat pagi V.
Bapak/Ibu sangat ingin membantu V mengendalikan suara-suara yang sering V
dengar. Untuk itu Bapak/Ibu dating untuk langsung mempraktikan memutuskan
suara-suara yang V dengar. V, kalau V nanti mendengar suara-suara, bicara sendiri
dan tersenyum-senyum sendiri, Bapak/Ibu akan mengingatkan ya? Sekarang, coba
Bapak/Ibu peragakan cara memutuskan suara-suara yang V dengar sesuai dengan
yang kita latih kemarin. Tepuk punggung V dan suruh V menutup telinga dan
menghardik suara itu. (Perawat mengobservasi apa yang dilakukan keluarga
terhadap pasien).
“Bagus sekali!
Bagaimana V? senang dibantu sama Bapak/Ibu? Nah, Bapak/Ibu ingin melihat jadwal
harian V. (Pasien memeragakan dan kemudian perawat mendorong orangtua unutk
memebrikan pujian). Baikalah, sekarang saya dan orangtua V ke ruang perawat
dulu. (Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi pada
keluarga).
Tahap terminasi:
“Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu setelah memutus halusinasi secara langsung di hadapan anak
Bapak/Ibu?
“Diingat-ingat
pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakuakan cara ini jika
anak Bapak/Ibu megalami halusinasi lagi.”
“Bagaimana kalau kita
bertemu dua hari lagi untuk membicarakan jadwal kegiatan V di rumah. Dimana
Bapak/Ibu bias? Di tempat ini lagi ya? Baiklah, sampai jumpa!”
SP 3: Membuat rencana pulang bersama keluarga.
Tahap orientasi:
“Selamat Bapak/Ibu.
Karena V akan pulang maka sesuai janji sekarang kita akan membicarakan tentang
jadwal kegiatan V di rumah.”
“Bagaimana
Pak/Bu, selama Bapak/Ibu membesuk apakah suda pernah mempraktikan cara merawat
V?”
“Nah, sekarang
mari kita bicarakan jadwal kegiatan V di rumah. Mari kita duduk di ruang
perawat.”
“Berapa lama
Bapak/Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
Tahap kerja:
“Ini jadwal kegiatan V
di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba Bapak/Ibu lihat,
mungkinkah kegiatan ini dilakukan di rumah? Siapa kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan? Pak/Bu jadwal aktivitas V di rumah sakit tolong dilanjutkan di
rumah, baik jadwal aktivitasnya maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang
selanjutnya dilakukan adalah dengan memperhatikan tingkah laku yang ditampilkan
anak Bapak/Ibu di rumah, misalnya kalau V tetap mendengar suara-suara dan tetap
tidak menunjukan perbaikan, menolak meminum obat atau memperlihatkan keadaan
yang membahayakan orang lain. Jika hal itu terjadi segera hubungi perawat di
rumah sakit terdekat.”
Tahap terminasi:
“Bagaimana Bapak/Ibu,
ada yang mau ditanyakan?
“Coba Bapak/Ibu sebutkan
cara-cara merawat V di rumah!”
“Bagus! (Jika ada yang
lupa diingatkan oleh perawat). Ini saatnya untuk pulang. Selanjutnya Bapak/Ibu
menyelesaikan masalah administrasi. Kami akan mempersiapkan V untuk pulang.”
Terapi
Aktivitas kelompok
TAK
yang dapat dilakukan untuk pasien dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1.
TAK orientasi
realitas
a. Sesi 1: pengenalan orang
b. Sesi 2: pengenalan tempat
c. Sesi 3: pengenalan waktu
2.
TAK stimulasi
persepsi
a. Sesi 1 : Mengenal halusinasi
b. Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
c. Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakuakn
tindakan
d. Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
e. Sesi 5 : Mencegah halusinasi dengan mengontrol minum
obat.
II. 5. Evaluasi dan Dokumentasi Keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, segera
dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap masalah keperwatan halusinasi meliputi
kemampuan pasien halusinasi dan keluarganya.
Evaluasi Kemampuan Pasien Halusinasi dan Keluarganya
Nama
pasien :
Perawat :
Ruangan :
Petunjuk:
berilah tanda checklist (√) jika pasien mampu melakukan kegiatan
di bwah ini!
Tuliskan
tanggal supervise!
No
|
Kemampuan
|
Tanggal
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
A
|
Pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Mengenal jenis halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Mengenal isi halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Mengenal waktu halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Mengenal frekuensi halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Mengenal situasi yang
menimbulkan halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Menjelaskan respon terhadap
halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Mampu menghardik halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Mampu bercakap-cakap jika
terjadi halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Membuat jadwal kegiatan harian
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Melakukan kegiatan harian
sesuai jadwal
|
|
|
|
|
|
|
|
11.
|
Minum obat secara teratur
|
|
|
|
|
|
|
|
B
|
Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Menyebutkan pengertian
halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Menyebutkan jenis halusinasi
yang dialami pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Menyebutkan tanda dan gejala
halusinasi yang dialami pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Memperagakan latihan cara
memutus halusinasi pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Mengajak pasien bercakap-cakap
saat terjadi halusinasi
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Memantau aktivitas sehari-hari
pasien sesuai jadwal aktivitas
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Memantau dan memenuhi obat
untuk pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Menyebutkan sumber-sumber
pelayanan kesehatan yang tersedia
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Memanfaatkan sumber-sumber
pelayanan kesehatan terdekat
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Skizofrenia
adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku
psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
interpersonal, serta memecahkan masalah.
Halusinasi
adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan
pengecapan dan penghiduan.
Jenis-jenis
halusinasi adalaha halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan. Halusinasi disebabkan oleh beberapa factor yaitu
factor biologi, psikolgi dan social budaya.
B. Saran
Melalui
makalah ini kelompok mengharapkan agar pengetahuan mengenai halusinasi sebagai
gejala dari skizofrenia dapat diketahui oleh para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat
buat kehidupan pembaca, baik dalam aplikasi praktik di lingkungan rumah sakit
maupun di lingkungan sekitar sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna., Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta : EGC.
Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbtan (KDT).
2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Masalah Gangguan Jiwa / Jenny Marlindawani Purba… [et.al]. Medan :
USU Press.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila. 2008. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment