Wednesday, May 23, 2012

ASKEP HALUSINASI


MAKALAH KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN HALUSINASI
D
I
S
U
S
U
N
O L E H :
KELOMPOK VI
Leo Sugiarto
Anita
Mefitri
Elly
Charles
Juliana Purba
Winda
Betsaida
Semaria
Suryadi


STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
T. A. 2011/2012





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan suatu penugasan dari perkuliahan Keperawatan Jiwa II.
Penulis tidak lupa mengucapakan terimakasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II, Ns. Walter. S.Kep., M.Kep. S.Pj. yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing kelompok dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata tiada gading yang tak retak, demikian pula isi makalah ini. Atas perhatian  diucapkan terimakasih.



                                                                                                Medan, Pebruari 2012
                                                                                                     P E N U L I S


                                                                                                K E L O M P O K VI





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR      …………………………………………………………        i
DAFTAR ISI                     …………………………………………………………        ii
BAB I : PENDAHULUAN
I.     1. Latar Belakang   …………………………………………………………        1
BAB II : TINJAUAN TEORI
II. 1. Konsep Medis    …………………………………………………………        2
II. 1. A. Pengertian Skizofrenia       …………………………………………        2
II. 1. B.  Etiologi                               …………………………………………        2
II. 1. C.  Tipe Skizofrenia                 …………………………………………        4
II. 1. D. Gejala Positif dan Gejala Negatif Skizofrenia……………………...        5
II. 1. E.  Penatalaksanaan Skizofrenia………………………………………..        6
II. 2.  Konsep Keperawatan……………………………………………………        7
                            II. 2. A     Pengertian Halusinasi         …………………………………………        7
                             II. 2. B     Etiologi                               …………………………………………        7
                             II. 2. C     Tanda dan Gejala Halusinasi          …………………………………        9
                            II. 2. D     Jenis dan Isi Halusinasi       …………………………………………        10
                             II. 2. E     Pengkajian  Keperawatan   …………………………………………        11
                              II. 2. F     Diagnosa Keperawatan       …………………………………………        12
                            II. 2. G     Intervensi Keperawatan      …………………………………………        13
BAB III :   PROSES KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI DENGAR
III.1          Pengkajian                   …………………………………………………        15
III.2          Diagnosa Keperawatan………………………………………………...        15
III.3          Intervensi Keperawatan………………………………………………..        15
III.4          Implementasi Keperawatan…………………………………………….       18
III.5          Evaluasi dan Dokumentasi Keperawatan………………………………       26

BAB IV : PENUTUP
IV.1          Kesimpulan     ……………………………………………………….....       28
IV.2          Saran               ………………………………………………………….       28
DAFTAR PUSTAKA       ………………………………………………………….       29



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Menurut WHO  sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.  
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008)
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati dan Hartono).

BAB II
TINJAUAN TEORI

II. 1. KONSEP MEDIS
A.    Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu disebut sebagai skizofrenia (Videbeck, 2008)
 

B.     Etiologi
Ahli teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja. Satu teori yang popular mengatakan bahwa skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas berlebihan, terlalu protektif, atau tidak perhatian secara emosional atau ayah yang jauh dan suka mengontrol. Tidak ada satupun teori interpersonal ini yang terbukti benar, tetapi walaupun penelitian ilmiah terbaru menemukan jawaban tentang penyebab neurologis/neurokimia, banyak individu masih percaya bahwa skizofrenia terjadi akibat disfungsi pengasuh anak atau dinamika keluarga
            Banyak orangtua atau anggota keluarga individu yang terdiagnosis skizofrenia menderita karena apa yang mereka lakukan “salah” atau apa yang mereka dapat lakukan untuk membantu mencegah penyakit tersebut (Sheila, 2008)
            Penelitian ilmiah terbaru mulai menunjukan bahwa skizofrenia adalah akibat dari suatu tipe disfungsi otak. Pada tahun 1970-an penelitian mulai berfokus pada sebab-sebab neurokimia yang mungkin, dan hal ini masih menjadi focus utama penelitan dan teori saat ini. Teori neurokimia/neurologis didukung oleh efek anti psikotik yang membantu mengontrol gejala psikotik dan alat pencitraan saraf seperti: Computed Tomography (CT) yang menunjukan bahwa struktur dan fungsi otak individu yang mengalami skizofrenia berbeda.

a.       Teori biologi
-          Factor genetic
Berfokus pada keluarga terdekat seperti orangtua, saudara kandung, dan anak cucu untuk melihat apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan secara genetic.
-          Factor neuroanatomi dan neurokimia,
Penelitian menunjukan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relative lebih sedikit; hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya.
Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan system neurotransmitter otak pada individu penderita skizofrenia. Tampaknya terjadi malfngsi pada jaringan neuron yang mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pasca sinaptik di sel-sel saraf yang lain.
-          Factor imunovirologi
Ada teori popular mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus, atau respon imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Baru-baru ini para peneliti memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia.

b.      Pertimbangan Budaya
Penting untuk menyadari perbedaaan budaya ketika mengkaji gejala skizofrenia. Ide yang tampaknya merupakan waham pada suatu budaya seperti kepercayaan pada hal-hal magis atau sihir, dapat menjadi hal yang umum pada budaya lain. Di beberapa budaya, halusinasi pendengaran atau penglihatan, misalnya melihat Bunda Maria atau mendengar suara Tuhan juga dapat menjadi bagian normal pengalaman keagamaan (Videbeck, 2008).
Dalam suatu penelitian berskala besar yang melibatkan 26.400 klien psikiatri, Flaskerud dan Hu 1992 menemukan perbedaan signifikan dalam diagnosis psikiatri yang ditegakan pada klien rawat inap maupun klien rawat jalan. Klien Amerika-Afrika dan Asia lebih sering didiagnosis  skizofrenia dari pada klien kulit putih (Videbeck, 2008).
Mezzich, Lin dan Hughes (2000) meringkas beberapa perilaku psikotik yaitu :
-          Bouffee delirante, suatu sindrom yang ditemukan di Afrika Barat dan Haiti, mencakup perilaku agresif yang muncul tiba-tiba, kebingungan yang nyata. Sindrom ini kadang-kadang disertai halusinasi penglihatan dan pendengaran.
-          Ghost sickness, adalah orang yang telah meninggal sering kali dilihat oleh penduduk. Gejalanya meliputi mimpi buruk, kelemahan, merasa da bahaya, kehingan nafsu makan, takut, ansietas, penurunan kesadaran.
-          Locura, mengacu pada psikosis kronis yang dialami orang latin di Amerika Serikat. Gejalanya meliputi halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan, ketidakmampuan mematuhi peraturan social dan kemugkinan melakukan tindak kekerasan.
-          Reaksi psikotik qi-gong adalah suatu episode akut dan dibatasi waktu yang ditandai oleh gejala disosiatif, paranoid.
-          Zar, adalah suatu pengalaman roh-roh memasuki individu lain yang ditemukan di Etiopia, Somalia, Mesir, Iran, Sudan dan Afrika Utara. Individ yang kerasukan mungkin tertawa, menangis, berteriak, membentur kepalanya ke dinding atau bersifat apatis dan menarik diri (Videbeck, 2008).

C.     Tipe Skizofrenia
Menurut Videbeck (2008) tipe-tipe skizofrenia adalah :
a.       Skizofrenia tipe paranoid: ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau dimata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan, perilaku agresif dan bermusuhan.
b.      Skizofrenia tipe tidak terorganisasi: ditandai dengan afek datar atau afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoerensi, asosiasi longgar dan disorganisasi perilaku yang ekstrem.
c.       Skizofrenia tipe katatonik: ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas atau motorik yang berlebihan, negativism yang ekstrem, mutivisme, gerakan volunter yang aneh.
d.      Skizofrenia tipe tidak dapat dibedakan: ditandai dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai dengan gangguan pikiran, afek dan perilaku.
e.       Skizofrenia tipe residual: ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari masyrakat, afek datar, serta asosiasi longgar.

D.    Gejala Positif dan Gejala Negatif Skizofrenia
Ada beberapa gejala positif dan negative pada individu penderita skizofrenia (Videbeck, 2008), yaitu:
a.       Gejala positif (gejala yang tampak)
-          Halusinasi : persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi sensori yang tidak terjadi dalam realitas
-          Waham : keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam realitas
-          Ekopraksia : peniruan gerakan dan gesture  orang lain yang dialami klien
-          Flight of ideas : aliran verbalisasi yang terus menerus saat individu melompat dari satu topik ke topik lain dengan cepat.
-          Preserverasi : terus menerus membicarakan satu topic atau gagasan; pengulangan kalimat, kata atau frasa secara verbal, dan menolak untuk mengubah topic tersebut.
-          Asosiasi longgar : pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk
-          Gagasan rujukan : kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki makna khusus bagi individu
-          Ambivalensi : mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak kontradiktif tentang individu, peristiwa, atau situasi yang sama

b.      Gejala negative atau yang samar
-          Apati : perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa
-          Alogia : kecenderunagn berbicara sedikit atau menyampaikan substansi makna (miskin isi)
-          Afek datar : tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukan emosi atau mood
-          Afek tumpul : rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang terbatas
-          Anhedonia : merasa tidak senang atau tidak gembira dalam mejalani hidup, aktivitas dan hubungan
-          Katatonia : imobilitas karena factor psikologis, kadang kala ditandai oleh periode agitasi atau gembira; klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
-          Tidak memiliki kemauan : tidak adanya keinginan, ambisi atau dorongan untuk bertindak melakukan tugas-tugas.



E.     Penatalaksanaan Skizofrenia
Menurut Stuart (2006) adapun ringkasan bukti pengobatan untuk skizofrenia yaitu :
1.      Obat-obatan antipsikotik konvensional (seperti klorpromazin, flufenazin, haloperidol, loksapin, perfenazin, trifluoperazin, tiotiksen, dan tioradizen) terbukti mengurangi gejala positif skizofrenia dan secara signifikan menurunkan risiko relaps simtomatik dan dirawat inap ulang. Namun, efek samping neurologis yang serius menyebabkan obat ini sulit ditoleransi oleh banyak pasien  skizofrenia.
2.      Kelompok obat-obat antipsikotik “atipikal” terbaru (seperti klozapin, risperidon, olanzopin, quetiapin, ziprasidon) telah menunjukan efektivitas yang dapat dibandingkan atau lebih baik untuk mengatasi gejala skizofrenia yang secara signifikan menurunkan resiko gangguan neurologis yang merugikan. Obat-obat ini terutama efektif dalam mengatasi gejala negative skizofrenia.

Selanjutnya, dalam konsep keperawatan, akan dibahas mengenai halusinasi. Halusinasi merupakan salah satu gejala positif dari skizofrenia.



II. 2. KONSEP KEPERAWATAN
2. 1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. 2.     Etiologi
1.      Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2006) factor predisposisi meliputi:
a.    Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
ü  Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
ü  Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
ü  Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c.       Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2.      Faktor Presipitasi
a.       Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptive meliputi:
-          gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak, yang mengatur proses informasi
-          abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
b.      Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis beinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku (Stuart, 2006)
2. 3.   Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
·         Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
·         Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
·         Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
·         Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
·         Perilaku menyerang teror seperti panik.
·         Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
·         Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menurut Stuart dan Laraia (2008), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
           
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai dengan hubungan sosial
Pikiran kadang menyimpang
Ilusi
Reaksi emosional berlebihan atau kurang
Perilaku aneh atau tak lazim
Menarik diri
Gangguan pikiran/waham
Halusinasi
Kesulitan untuk memproses emosi
Ketidakteraturan perilaku isolasi sosial
Respon adaptif
Respon maladaptif
·         Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
·         Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
·         Emosi konsisten dengan pengalaman: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
·         Perilaku sesuai hubungan sosial: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
·         Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
·         Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
·         Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
·         Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
·         Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
·         Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
·         Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi

2.      4.   Jenis dan Isi Halusinasi
Menurut Stuart (2006) ada beberapa jenis halusinasi, yaitu :


·      Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
·      Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
·      Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
·      Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
·      Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
2.   5.   Pengkajian Keperawatan
a.   Jenis dan Isi Halusinasi
Ada lima jenis halusinasi yang umum yaitu : 
-       Pendengaran
-       Penglihatan
-       Penghiduan
-       Pengecapan
-       Perabaan

b.   Faktor Penyebab Halusinasi
      Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
-          Biologis
-          Psikologis
-          Social budaya

c.       Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti inteligensi atau kreativitas yang tinggi. Orangtua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, financial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenanga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan (Stuart, 2006)

d.      Mekanisme koping.
·         Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy untuk kehidupan sehari-hari
·         Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
·         Menarik diri (Stuart, 2006)

e.       Perilaku halusinasi.
·         Isi halusinasi sesuai dengan jenis halusinasi yang dialami pasien
·         Waktu terjadinya halusinasi
·         Frekuensi terjadinya halusinasi.
·         Situasi pencetus atau keadaan yang menimbulkan halusinasi
·         Respons klien saat halusinasi.

A.    Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
B.     Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk pasien dengan halusinasi dilakukan tidak hanya pada pasien. Keluarga juga harus mengambil bagian dalam perawatan pasien, karena itu perawat sebaikanya memberikan beberapa intervensi untuk keluarga. Intervensi untuk pasien terdiri dari 4 tahap, sementara untuk keluarga ada 3 tahap. Tahapan tersebut dapat dilihat pada bab selanjutnya.
Menurut Kelliat (2009), adapun intervensi pasien dengang halusinasi yaitu :
Intervensi untuk Pasien
a.       Bantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi perawat dapat berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar pasien), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.

b.      Melatih pasien mengontrol halusinasi
1.      Menghardik halusinasi
Berikut tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien:
Ø  Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Ø  Memperagakan cara menghardik
Ø  Meminta pasien memperagakan ulang
Ø  Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien
2.      Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi distraksi ; focus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukannya dengan orang lain.
3.      Melakukan aktivitas terjadwal
Ø  Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
Ø  Mendiskusikan aktivitas yang dapat dilakukan pasien
Ø  Melatih pasien melakukan aktivitas
Ø  Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun sampai tidur malam.
Ø  Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
4.      Minum obat secara teratur
Ø  Jelaskan kegunaan obat
Ø  Jelaskan akibat dari putus obat
Ø  Jelaskan cara mendapat obat/berobat
Ø  Jelaskan cara meminum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar dosis, benar cara dan benar waktu)

Intervensi Untuk Keluarga Pasien
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
a.       Diskusikanlah masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b.      Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara merawat pasien halusinasi.
c.       Berikan kesempatan pada keluarga pasien untuk memperagakan cara merawat pasien halusinasi langsung di hadapan pasien.
d.      Buat perencanaan pulang dengan keluarga.


BAB III
PROSES KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI DENGAR

III.     1. Pengkajian
1.      Data Subjektif :
-          Mendengar suara-suara atau kegaduhan
-          Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
-          Mendengar sesuatu yang memerintah atau melakukan sesuatu yang berbahaya
2.      Data Objektif :
-          Bicara atau tertawa sendiri
-          Marah-marah tanpa sebab
-          Mencondongkan telinga ke arah tertentu
-          Menutup telinga rapat-rapat

III.     2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

III.     3. Intervensi Keperawatan
1.      Tindakan keperawatan pada pasien :
Tujuan :     - pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
-    Pasien dapat mengintrol halusinasinya
-    Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Intervensi Keperawatan :
c.       Bantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi perawat dapat berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar pasien), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.

d.      Melatih pasien mengontrol halusinasi
e.     Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memedulikannya.
Berikut tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien:
Ø  Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Ø  Memperagakan cara menghardik
Ø  Meminta pasien memperagakan ulang
Ø  Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien
f.       Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi distraksi ; focus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukannya dengan orang lain.
g.      Melakukan aktivitas terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu halusinasi dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai dengan malam. Tahapan intervensinya meliputi :
Ø  Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
Ø  Mendiskusikan aktivitas yang dapat dilakukan pasien
Ø  Melatih pasien melakukan aktivitas
Ø  Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun sampai tidur malam.
Ø  Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
h.      Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering mengalami putus obat sehingga mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi untuk mencapai keadaan semula membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu pasien harus dilatih minum obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut intervensinya :
Ø  Jelaskan kegunaan obat
Ø  Jelaskan akibat dari putus obat
Ø  Jelaskan cara mendapat obat/berobat
Ø  Jelaskan cara meminum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar dosis, benar cara dan benar waktu)

2.      Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan :    - keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah
-    Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif  bagi pasien.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
e.       Diskusikanlah masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
f.       Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara merawat pasien halusinasi.
g.      Berikan kesempatan pada keluarga pasien untuk memeragakan cara merawat pasien halusinasi langsung di hadapan pasien.
h.      Buat perencanaan pulang dengan keluarga.


III.      4. Implementasi Keperawatan
1.         Pasien
SP 1: Membantu pasien mengenal halusinasi, menjalaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi.
Tahap Orientasi
“Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat Anda. Saya suster Elisabeth. Nama Anda siapa ? Senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan V hari ini? Apa keluhan V saat ini?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini V dengar, tetapi tidak Nampak wujudnya? Dimana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”

Tahap Kerja
“Apakah V mendengar suara tanpa ada wujudnya ? Apa yang dikatakan suara itu?
“Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu ? Kapan V paling sering mendengar suara itu ? berapa kali sehari V alami ? Pada keadaan apa suara itu terdengar ? Apakah pada waktu sendiri?
“Apa yang V rasakan pada saat mendengar suara itu ? Apa yang V lakukan saat mendengar suara itu ? apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang ? bagaimana kala kita belajar cara-cara mencegah suara-suara itu muncul ?”
“V, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama dengan menghardik suara itu. Kedua dengan bercakap-cakap pada orang lain. Ketiga melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat secara teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya adalah, saat suara itu muncul V bilang pergi sana saya tidak mau dengar. Saya tidak mau dengar! Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba V peragakan. Nah, begitu. Bagus! Coba lagi. Ya, bagus! V sudah bisa!”

Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V setelah memeragakan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (masukkan keegiatan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan sehari pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Pukul berapa? Bagaimana kalau dua jam lagi? Dimana tempatnya?”
“Baiklah V, sampai jumpa!”

SP 2: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Tahap orientasi
“Selamat pagi V. bagaimana perasaan V hari ini ? apakah suara-suaranya masih muncul ? apakah sudah dipakai cara yang sudah kita latih?  Berkurangkah suara-suaranya? Bagus! Sesuai dengan janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau dimana? Di sini saja?

Tahap kerja
“Tahap kedua untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau V mendengar suara-suara langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan V. contohnya begini, ‘tolong saya mulai dengar suara-suara, jadi tolong ngobrol dengan saya.’ Atau kalau V lagi di rumah dengan kakak V, minta tolong saja ke kakak V, ‘kak, V dengar sara-suara itu lagi, ayo ngobrol dengan V.’Begitu V. coba V lakukan lagi yang saya lakukan tadi. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi. Begitu. Bagus! Nah, latih terus ya V.”
Di sini V dapat mengajak perawat untuk berlatih bercakap-cakap dengan orang lain.

Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang V pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus! Cobalah kedua cara itu kalau V mendengar sara-suara itu lagi. Bagaimana kalau kita masukan dalam daftar jadwal harian V?  Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah, nanti lakukan sewaktu-waktu jika suara itu muncul. Besok pagi saya kesini lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga, yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi? Mau dimana? Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi!

SP 3: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.

Tahap orientasi
“Selamat pagi V. Bagaimana perasaan V pagi ini?
“Apakah suara-suara itu masih muncul? Apakah sudah dilakukan dua cara yang sudah dilatih itu? Bagaimana hasilnya? Bagus?
“Sesuai dengan janji kita, saya akan melatih cara ketiga untuk mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.”
“Mau dimana kita bicara? Baik, kita duduk di ruang tamu saja. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Tahap kerja
“Apa saja yang biasa V lakukan?  Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya apa? (Terus kaji hingga didapat kegiatannya sampai malam)
“Wah, banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini. (Latih kegiatan tersebut). Bagus sekali jika V bias lakukan!”
“Kegiatan ini dapat V lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V setelah kita bercakap-cakap cara yang ketga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang sdah kita latih untuk mecegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian V. coba lakukan sesuai jadwa ya!” (Perawat dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12? Di ruang makan ya! Sampai jumpa!

SP 4: Melatih pasien minum obat secara teratur.

Tahap orientasi
“Selamat siang V. bagaimana perasaan V siang ini ? apakah usara-suaranya masih muncul ? apakah sudah digunakan tiga cara yang sudah kita latih? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? apakah tadi pagi sudah minum obat ?  Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang V minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya V?”

Tahap kerja
“V, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara itu berkurang ata hilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang V dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang V minum? (Perawat menyiapkan obat pasien).  Ini yang warna oranye (Chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini obat yang berwarna putih (Tpyhexilpendil, THP) gunanya agar V tetap merasa rileks dan tidak kaku. Sedangakan yang berwarna merah jambu (Haloperidol, HPL) berguna untuk menenangkan pikiran-pikiran dan menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum iga kali sehari, setiap pukul 7 pagi, 1 siang dan 7 malam. Kalau suara sudah hilang obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, V akan kambuh dan sulit untuk kembali seperti semula. Kalau obat habis, V bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. V juga harus teliti saat minum obat-obat ini. Pastikan obatnya benar, artinya pastikan obat ini benar-benar yang V punya. Jangan keliru dengan obat orang lain. Baca namaka kemasannya. Pastikan obat diminum dengan benar dengan cara yang benar, yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. V juga harus memperhatikan jumlah obat berapa sekali minum, dan V juga harus cukup minum 10 gelas setiap hari.”

Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan V setelah kita bercakap-cakap mengenai obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mecegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (Jika jawaban benar). Mari kita masukan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan V. jangan lupa minta obat pada waktunya pada perawat atau pada orang di rumah jika V sedang di rumah. Nah, makanan  sudah datang.”
“Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah sara-suara yang sudah kita bicarakan. Mau pukul berapa? Bagaimana kalau pukul 10 pagi? Sampai jumpa. Selamat pagi.”

2.      Keluarga
SP 1: Memberikan pendidikan tentang kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
Tahap orientasi :
“Selamat pagi Bapak/Ibu, saya Elisabeth. Saya perawat yang merawat anak Bapak/Ibu. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu ?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/Ibu alami dan bantuan apa yang dapat diberikan kepadanya.”
“Kita mau diskusi dimana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu Bapak/Ibu? Bagaimana kalau 30 menit?”

Tahap kerja:
“Masalah apa yang Bapak/Ibu alami dalam merawat V? Apa yang Bapak/Ibu lakukan?
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu disebut halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang sebenaranya tidak ada. Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri, atau marah-marah tanpa sebab. Jadi jika anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada. Oleh karena itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara yang  dapat Bapak/Ibu lakukan untuk membantu V agar bisa mengendalikan halusinasi nya. Cara-cara tersebut adalah: Pertama, di hadapan V jangan membantah atau mendukung halusinasi. Katakan saja Bapak/Ibu percaya kalau V mendengar suara-suara tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar suara-suara itu. Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri karena kala sendirian halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang yang bercakap-cakap dengan V. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama dan ibadah bersama. Terkait dengan kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya dan berikan pujian jika V berhasil melakukannya. Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jadi Bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada tiga macam, berwarna oranye namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Yang berwarna putih namanya THP berfungsi untuk membuat V tenang dan tidak kaku. Yang berwarna merah jambu namanya LP gunanya menenangkan pikiran. Semua obat ini harus diminum V tiga kali sehari pada pukul 7 pagi, 1 siang dan 7 malam. Obat harus selalu diminum untuk mencegah kekambuhan. Terakhir, jika ada tanda-tanda halusinasi muncul lagi, putus halusinasi dengan menepuk punggung V. Kemudian suruh V menghardik suara tersebut. V sudah saya ajarkan bagaimana ara menghardik halusinasi. Sekarang, mari kita latian memutuskan halusinasi V. Sambil menepuk punggung anak Bapak/Ibu, katakan: V, sedang apa kamu? Kamu ingatkan apa yang diajarkan perawat jika suara-suara itu datang? Ya, usir suara itu, V! Tutup telinga kamu dan katakana pada saura itu saya tidak mau dengar! Ucapkan berulang-ulang, V. Sekarang coba Bapak/Ibu praktikan cara yang baru saya ajarkan.

            Tahap terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi V?
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali empat cara merawat V!”
“Bagus sekali Pak/Bu! Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktikan cara memutus halusinasi langsung di depan V. Jam berapa kita bertemu? Baiklah. Sampai jumpa.”

SP 2 keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien langsung di hadapan pasien. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk memeperagakan bagaimana cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.

            Tahap orientasi
“Selamat pagi! Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ? Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana cara memutuskan halusinasi anak Bapak/Ibu jika sedang mengalami halusinasi? Bagus!”
“Sesuai dengan perjanjian, selama 30 menit kita akan latihan bagaimana cara memutus halusinasi secara langsung di hadapan anak Bapak/Ibu. Mari kita datangi anak Bapak/Ibu.”

Tahap kerja
“Selamat pagi V. Bapak/Ibu sangat ingin membantu V mengendalikan suara-suara yang sering V dengar. Untuk itu Bapak/Ibu dating untuk langsung mempraktikan memutuskan suara-suara yang V dengar. V, kalau V nanti mendengar suara-suara, bicara sendiri dan tersenyum-senyum sendiri, Bapak/Ibu akan mengingatkan ya? Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutuskan suara-suara yang V dengar sesuai dengan yang kita latih kemarin. Tepuk punggung V dan suruh V menutup telinga dan menghardik suara itu. (Perawat mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien).
“Bagus sekali! Bagaimana V? senang dibantu sama Bapak/Ibu? Nah, Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian V. (Pasien memeragakan dan kemudian perawat mendorong orangtua unutk memebrikan pujian). Baikalah, sekarang saya dan orangtua V ke ruang perawat dulu. (Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi pada keluarga).

Tahap terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah memutus halusinasi secara langsung di hadapan anak Bapak/Ibu?
“Diingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakuakan cara ini jika anak Bapak/Ibu megalami halusinasi lagi.”
“Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan jadwal kegiatan V di rumah. Dimana Bapak/Ibu bias? Di tempat ini lagi ya? Baiklah, sampai jumpa!”

SP 3: Membuat rencana pulang bersama keluarga.
Tahap orientasi:
“Selamat Bapak/Ibu. Karena V akan pulang maka sesuai janji sekarang kita akan membicarakan tentang jadwal kegiatan V di rumah.”
“Bagaimana Pak/Bu, selama Bapak/Ibu membesuk apakah suda pernah mempraktikan cara merawat V?”
“Nah, sekarang mari kita bicarakan jadwal kegiatan V di rumah. Mari kita duduk di ruang perawat.”
“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

Tahap kerja:
“Ini jadwal kegiatan V di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba Bapak/Ibu lihat, mungkinkah kegiatan ini dilakukan di rumah? Siapa kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan? Pak/Bu jadwal aktivitas V di rumah sakit tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal aktivitasnya maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang selanjutnya dilakukan adalah dengan memperhatikan tingkah laku yang ditampilkan anak Bapak/Ibu di rumah, misalnya kalau V tetap mendengar suara-suara dan tetap tidak menunjukan perbaikan, menolak meminum obat atau memperlihatkan keadaan yang membahayakan orang lain. Jika hal itu terjadi segera hubungi perawat di rumah sakit terdekat.”

Tahap terminasi:
“Bagaimana Bapak/Ibu, ada yang mau ditanyakan?
“Coba Bapak/Ibu sebutkan cara-cara merawat V di rumah!”
“Bagus! (Jika ada yang lupa diingatkan oleh perawat). Ini saatnya untuk pulang. Selanjutnya Bapak/Ibu menyelesaikan masalah administrasi. Kami akan mempersiapkan V untuk pulang.”

Terapi Aktivitas kelompok
TAK yang dapat dilakukan untuk pasien dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1.      TAK orientasi realitas
a.       Sesi 1: pengenalan orang
b.      Sesi 2: pengenalan tempat
c.       Sesi 3: pengenalan waktu
2.      TAK stimulasi persepsi
a.       Sesi 1 : Mengenal halusinasi
b.      Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
c.       Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakuakn tindakan
d.      Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
e.       Sesi 5 : Mencegah halusinasi dengan mengontrol minum obat.


II. 5. Evaluasi dan Dokumentasi Keperawatan
            Setelah tindakan keperawatan, segera dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap masalah keperwatan halusinasi meliputi kemampuan pasien halusinasi dan keluarganya.



Evaluasi Kemampuan Pasien Halusinasi dan Keluarganya

Nama pasien              :
Perawat                      :
Ruangan                    :
Petunjuk: berilah tanda checklist () jika pasien mampu melakukan kegiatan di bwah ini!
Tuliskan tanggal supervise!

No
Kemampuan
Tanggal









A
Pasien







1.
Mengenal jenis halusinasi







2.
Mengenal isi halusinasi







3.
Mengenal waktu halusinasi







4.
Mengenal frekuensi halusinasi







5.
Mengenal situasi yang menimbulkan halusinasi







6.
Menjelaskan respon terhadap halusinasi







7.
Mampu menghardik halusinasi







8.
Mampu bercakap-cakap jika terjadi halusinasi







9.
Membuat jadwal kegiatan harian







10.
Melakukan kegiatan harian sesuai jadwal







11.
Minum obat secara teratur







B
Keluarga







1.
Menyebutkan pengertian halusinasi







2.
Menyebutkan jenis halusinasi yang dialami pasien







3.
Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi yang dialami pasien







4.
Memperagakan latihan cara memutus halusinasi pasien







5
Mengajak pasien bercakap-cakap saat terjadi halusinasi







6.
Memantau aktivitas sehari-hari pasien sesuai jadwal aktivitas







7.
Memantau dan memenuhi obat untuk pasien







8.
Menyebutkan sumber-sumber pelayanan kesehatan yang tersedia







9.
Memanfaatkan sumber-sumber pelayanan kesehatan terdekat










BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan.
Jenis-jenis halusinasi adalaha halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Halusinasi disebabkan oleh beberapa factor yaitu factor biologi, psikolgi dan social budaya.

B.     Saran
Melalui makalah ini kelompok mengharapkan agar pengetahuan mengenai halusinasi sebagai gejala dari skizofrenia dapat diketahui oleh para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat buat kehidupan pembaca, baik dalam aplikasi praktik di lingkungan rumah sakit maupun di lingkungan sekitar sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna., Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta : EGC.

Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbtan (KDT). 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Gangguan Jiwa / Jenny Marlindawani Purba… [et.al]. Medan : USU Press.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila. 2008. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

No comments:

Post a Comment