BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Menurut
WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna , baik fisik, mental, dan
sosial, tidak hanya bebas dari pnetakit dan kelemahan.
Sakit
adalah keadaan tidak normal atau tidak sehat, secara sederhana , sakit atau
dapat pula disebut penyakit merupakan suatu bentuk kehidupan atau keadaan
diluar batas normal. Tolak ukur yang paling mudah untuk menentukan kondisi
penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai-nilai rata-rata normal yang
telah ditetapkan ( Asmadi, 2008).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa
yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia
pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (Depkes, 1992).
Data American Psychiatric
Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita
skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun.
Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini
penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan
lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting
karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan
resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala
skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
B.
TUJUAN
1. Tujuan
umum
Tujuan
umum dari pembahasan materi ini kelompok berharap agar kita semua, khususnya
para pembaca dapat memahami tentang askep
pada pasien waham
2. Tujuan
khusus
Tujuan khusus meliputi
menjelaskan defenisi, penyebab, tanda dan gejala waham, pengkajain, diagnosa,
intervensi, implementasi,serta evaluasi.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1. KONSEP MEDIS SKIZOFRENIA
A.
DEFENISI
Skizofrenia
adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni ( keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/ emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi ; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi ( Direja, 2011).
Skizofrenia
merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak
mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju ke arah kronisitas, tetapi
sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan
spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak-cacat
( Ingram, 1993).
Skizofrenia
adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang
ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi
sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia merupakan penyakit otak
yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia
dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah)
dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada pasien penderita,
ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan
pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada fluida
cerebrospinal. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja ( Yayan, 2010)
B.
ETIOLOGI
Penyebab
skizofrenia tak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset terbesar bagi
pengobatan kotemporer. Telah banyak riset yang dilakukan dan telah banyak
faktor predisposisi dan pencetus yang diketahui. Menurut Ingram, (1993) ada
beberapa faktor predisposisi dan dan pencetus, diantaranya :
1. Hereditas
Pentingnya faktor
genetika telah dibuktikan secara menyakinkan. Resiko bagi masyarakat umum 1
persen , pada orang tua resiko skizofrenia 5 %, pada saudara kandung 8 % dan
pada anak 10 %.
2. Lingkungan
Gambaran pada penderita
kembar seperti diatas menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga cukup berperan
dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi.
3. Emosi
yang diekspresikan
Jika keluarga
skizofrenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebihan, misalnya
pasien sering diomeli dan terlalu banyak dikekang denagn aturan-aturan yang
berlebihan, maka kemungkina kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapat
neuroleptik.
4. Kepribadian
Premorbid
Personalitas pasien
sebelumnya sering “Skizoid”. Perilaku penarikan diri dan soliter ini bisa menjelaskan banyak skizofrenia tunggal.
a. Fisik,
b. Biokimia,
c. Imunologi,
d. Kerusakan
otak,
C.
GEJALA
SKIZOFRENIA
Skizofrenia memiliki berbagai tanda
dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan
individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria
biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan
pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara
berpikir, perasaan dan tingkah laku. Menurut Stuart (2006) membedakan 5
kelompok gejala inti skizofrenia yakni sebagai berikut :
1.
Gejala positif, terdiri
dari :
·
Delusi/waham, yaitu
keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi
lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio
atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang
berlebihan.
·
Halusinasi, yaitu
mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut
bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
·
Pikiran paranoid, yaitu
kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot
melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang
mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
·
Gangguan proses pikir (
bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi
dan terjadi inkoherensi.
·
Bicara kacau yakni
terjadi kekacauan dalam gagasan,
pikiran, perasaan yang diekspresikan
melalui bahasa; komunikasi melalui penggunaan kata dan bahasa.
2. Gejala negatif
·
Motivasi rendah (low
motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan.
Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa
dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.
·
Menarik diri dari
masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk
berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
·
Anhedonia adalah
kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak dapat
merasakan sedih atau gembira.
·
Afek datar (flat affect) merupakan tidak adanya ata hampir tidak adanya
tanda ekspresi afek :suara yang monoton, dan wajah tidak bergerak.
·
Avolisi / Apati adalah irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan
atau ketidak acuhan.
·
Defisit perhatian ( atensi) adalah menurunnya jumlah usaha
yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian tertentu dari pengalaman;
kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktifitas; kemampuan untuk
berkon sentrasi.
3. Gejala
kognitif
·
Mengalami problema
dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarkan
musik/ menonton televisi lebih dari
beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
·
Tidak dapat
berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga
selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
·
Miskin perbendaharaan
kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa
apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.
4. Gejala
alam perasaan
·
Disforia merupakan mood
yang tidak menyenangkan.
·
Gagasan bunuh diri
merupakan keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri
atau melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwanya.
·
Keputusasaaan
5. Disfungsi
Sosial/ okupasional yang berpengaruh pada pekerjaan /aktivitas, pada hubungan
interpersonal perawatan diri, serta
mortalitas/ morbiditas
Bagaimana
gejala- gejala skizofrenia terjadi ?
Skizofrenia merupakan penyakit yang
mempengaruhi otak. Pada otak terjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi
(neurotransmitter) yang akan meneruskan pesan sekitar otak. Pada penderita
skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan kadar
dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang
berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang–berlebihan atau
kurang– penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif seperti
yang disebutkan di atas.
Penyebab ketidakseimbangan dopamin
ini masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal
terjadinya skizofrenia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia,
antara lain: sejarah keluarga, tumbuh kembang ditengah-tengah kota,
penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stres yang berlebihan, dan komplikasi
kehamilan.
Skizofrenia memiliki berbagai tanda
dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan
individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria
biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan
pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir,
perasaan dan tingkah laku.
D.
DIAGNOSA
Dikenal
sebagai gangguan psikologis sejak awal 1800-an. Gangguan sebagai akibat
kemunduran fungsi otak lebih awal. Kraepelin menyebut dementia praecox
(precocious dementia). Sekarang diagnosa berdasar criteria dari DSM-IV, yaitu:
adanya gejalav yang parah paling tidak selama 1 bulan dan munculnya beberapa
gejala paling tidak selama 6 bulan terakhir.
1.
Gejala dasar: 2 atau
lebih gejala berikut paling tidak selama 1 bulan.
a.
Delusi
b.
Halusinasi
c.
Bicara kacau
d.
Motorik kasar terganggu
atau perilaku katatonik
e.
Gejala negatif
2. Fungsi
sosial/pekerjaan: gangguan nyata dalam pekerjaan, prestasi belajar, hubungan
interpersonal, dan atau perawatan diri sendiri.
3.
Durasi: gangguan
berlanjut paling tidak selama 6 bulan, minimal 1 bulan.
E.
PROGNOSIS
Skizofrenia tidak fatal, kecuali
jiak bunuh diri. Kecenderungan umum ke arah disintergrasi personalitas, tetapi
proses ini mungkin terhenti pada satu titik , meninggalkan suatu cacat
personalitas yang mungkin tidak menarik perhatian atau nyata. Angka remisi
tanpa pengobatan sekitar 20 %, tetapi pengobatan, sekitar dua pertiga penderita
dapat mengalami suatu penyembuhan sosial ( Ingram : 1993).
Faktor prognosis yang menguntungkan
mencakup tidak adanya riwayat keluarga
bagi penyakit ini, personalitas normal serta latar belakang keluarga dan
catatan pekerjaan stabil. Gambaran penyakit yang mengarah ke prognosis yang
baik berupa onset akut, pencetusnya yang nyata, retensi respon emosi yang
normal , adanya gejala katatonik, retensi dorongan dan inisiatif, retensi
dorongan dan inisiatif
(Ingram : 1993).
Skizofrenia sifatnya adalah
gangguan yang lebih kronis dan melemahkan dibandingkan gangguan mental yang
lain. 50-80% pasien skizofrenia yang pernah dirawat di RS akan kambuh harapan hidup
pasien skizofrenia 10 tahun lebih pendek daripada non pasien skizofrenia pasien
skizofrenia resiko tinggi terhadap gangguan infeksi dan penyakit2 sistem
peredaran darah 10% pasien skizofrenia resiko bunuh diri Beberapa factor yang
turut berperan dalam prognosis skizofrenia: usia, jenis kelamin, dan sosial
budaya
F.
TIPE
SKIZOFRENIA
Ada
beberapa tipe skizofrenia menurut Stuart
( 2006) antara lain :
1. Tipe
Paranoid, tanda gangguan yang berlangsung secara terus-menerus sedikitnya
selama 6 bulan.
2. Tipe
Tidak Terorganisasi, preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering
mengalami halusinasi pendengaran. Keadaan berikut ini yang paling menonjol :
bicara kacau, perilaku yang tidak teratur, afek datar tidak sesuai dan tidak
memenuhi kriteria tipe katatonik.
3. Tipe
Katatonik, paling sedikit dua kondisi berikut mendominasi gambaran klinis :
imobilitas motorik yang ditunjukkan dengan katalepsi atau stupor, aktivitas
motorik yang berlebihan , negativisme, atau mutisme yang estrem, gerakan
volunter aneh yang terlihat melalui sikap tubuh, gerakan stereotip, manerisme,
atau menyeringai.
4. Tipe
Tidak terperinci, terdapat gejala-gejala yang memenuhi kriteria umum pertama
skizofrenia, tetapi kriteria untuk tipe lain tidak terpenuhi.
5. Tipe
residual, kriteria skizofrenia tidak terpenuhi, begitu subtipe yang lain.
Tampak gangguan terus-menerus, ditunjukkan dengan gejala negatif atau adanya
dua gejala atau lebih yang melemahkan yang termasuk dalam kriteria umum.
G.
TERAPHY
a. Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia
paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia antara lain :
1.
Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik
antara lain :
a.
Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi
dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal :
3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi :
1000 mg/hari secara oral.
b.
Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik,
dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan
sampai 50 mg/hari.
c.
Haloperidol.
Untuk keadaan ansietas, ketegangan,
psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.
2.
Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme,
dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang
digunakan : 1-15 mg/hari
Difehidamin
Dosis yang diberikan : 10- 400
mg/hari
3.
Anti Depresan Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh
karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan
psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan
: 50-75 mg/hari.
4.
Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk
mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang,
dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat
yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari
b.
Psikoterapi
1.
Terapi Untuk pasien
Elemen
penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi
individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang
wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur
mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya
dengan klien.
Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan
kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan
dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan
konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat
meningkatkan tes realitas.
Sehingga
terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda
pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui
setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam
hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya.
Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang
menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan
memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan
aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
2.
Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau
mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga
akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan
klien.
2.2.
KONSEP KEPERAWATAN
A.
PENGERTIAN
WAHAM
Waham adalah
keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal ( Stuart
dan sundeen ; 1998)
Waham adalah
suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan
tersebut mungkin“ aneh”( misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata
manusia) atau ( hanya sangat tidak
mungkin, contoh malaiakat disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi
dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas
untuk mengoreksinya (Purba :2008).
Waham adalah
keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan
tidak dapat diubah secar logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari
pemikiran klien yang sudah kehilangan control ( Depkes RI ; 2000)
Waham adalah
suatau keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah,
keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi atau informasi secara akurat (Keliat ; 1999).
B.
JENIS-JENIS
WAHAM
Jenis –jenis waham menurut Direja ( 2011
) ada 5 jenis waham yakni :
1.
Waham kebesaran :
individu menyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyatan. Misalnya ,”saya ini
pejabat di departemen kesehatan lho!” atau “Saya punya tambang emas”.
2.
Waham curiga : Individu
menyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan /
mencederai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyatan.
Contoh, “Saya Tahu seluruh saudar saya ingin menghancurkan hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya.”
3.
Waham agama : Individu
memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan . Contoh, “ Kalau saya mau masuk
surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4.
Waham somatik :
individu menyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyatan. Contoh,
”Saya sakit Kanker.”
5.
Waham Nihilstik :
Individu menyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya , ini kan Alam
kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.
C.
TANDA
DAN GEJALA
Menurut
Direja (2011), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a.
Status mental
1.
Pada pemeriksaan status mental, menunjukan
hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
2.
Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3.
Pada waham curiga, didapatkan perilaku
pencuriga.
4.
Pada waham kebesaran, ditemukan
pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus
dengan orang yang terkenal.
5.
Adapun sistem wahamnya, pemeriksa
kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.
6.
Klien dengan waham, tidak memiliki
halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau
cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
b.
Sensori dan kognisi
1.
Pada waham, tidak ditemukan kelainan
dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan
situasi.
2.
Daya ingat dan proses kognitif klien
adalah intak (utuh).
3.
Klien waham hampir selalu memiliki
insight (daya titik diri) yang jelek.
4.
Klien dapat dipercaya informasinya,
kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam
menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa
sekarang dan yang direncanakan.
2.3.ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Faktor predisposisi
a.
Faktor Biologis
·
Genetis : diturunkan, adanya
abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis
yang maladaptif.
·
Neurobiologis; waham diyakini
terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan
pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya gangguan pada korteks pre frontal.
·
Virus paparan virus influensa
pada trimester III.
b.
Faktor Sosio kultural
Faktor perkembangan
: hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan
gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).
c.
Faktor Psikologi, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda
/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan. Contohnya ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak
peduli.
2.
Faktor Presipitasi
a.
Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya
diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
b.
Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan
orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
c.
Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan
untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang menyenangkan ( Direja : 2011).
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan
yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
1. Apakah
pasien memiliki pikiran/ isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap?
2. Apakah
pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas
secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
3. Apakah
pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak nyata?
4. Apakah
pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
5. Apakah
pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakn oleh orang lain ?
6. Apakah
pasien berpikir bahwa berpikir atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau
kekuatan dari luar?
7. Apakah
pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau
yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah
Keperawatan
|
Data yang
perlu dikaji
|
Perubahan
Proses Pikir : waham
|
Subjektif
:
·
Klien mengatakan bahwa dirinya
adalah orang yang paling hebat.
·
Klien mengatakan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
|
objektif :
·
Klien terlihat terus mengoceh
tentang kemampuan yang dimilikinya.
·
Pembicaraan klien cenderung
berulang.
·
Isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan.
|
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Setelah pengkajian dilakukan dan data
subjektif dan objektif ditemukan pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat
ditegakkkan adalah :
·
Gangguan proses pikir :
Waham
C.
INTERVENSI
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a.
Tujuan
keperawatan
1. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara
bertahap
2.
Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan.
3.
Pasien mampu
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
4.
Pasien
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
b.
Tindakan keperawatan
a.
Membina Hubungan
Bina hubungan saling percaya sebelum memulai mengkaji
pasien dengan waham,saudara harus membina hubungan saling percayaterlebih
dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
·
mengucapkan
salam terapeutik
·
berjabat tangan
·
menjelaskan tujuan interaksi
·
membuat kontrak topic,waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien.
b.
Membantu orientais
realitas
·
Tidak mendukung
atau membantah waham pasien
·
Yakinkan pasien
berada dalam keadaan aman
·
Observasi
pengaruh waham terhadap aktivitas sehari- hari
·
Jika pasien
terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya.
·
Berikan pujian
bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitasi Diskusikan dengan
pasien kemampuan pasien realistis yang dimilikinya pada saat yang lalu dan saat
ini
·
Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas
sesuai kemampuan yang dimilikinya
c.
Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan,rasa takut,dan marah
d.
Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional pasie
e.
Mendiskusikan tentang
kemampuan positif yang dimiliki.
f.
Membantu melakukan
kemampuan yang dimiliki.
g.
Mendiskusikan tentang
obat yang diminum.
h.
Melatih minum obat yang
benar.
Strategi pelaksanaan
pada pasien adalah sebagai berikut:
1. SP
1 pasien
Membina hubungan saling
percaya , mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan ,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan fisik pertama ( latihan napas dalam).
2. SP
2 pasien
Membantu pasien latihan
menegndalikan perilaku kekerasan dengan fisik kedua ( evaluasilatihan napas
dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan debgan cara fisik kedua)
3. SP
3 pasien
Membantu pasien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial /verba (evaluasi jadwal harian
tentang dua cara fisik mengendalikan kekerasa, latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal)
4. SP
4 pasien
Bantu pasien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual ( diskusikan hasil latihan
menegndalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latiahn
beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ brdoa)
2.
Tindakan
keperawatan yang ditujukan pada keluarga
a. Tujuan Keperawatan
1.
Keluarga mampu
mengidentifikasi waham pasien
2.
Keluarga mampu
memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
3.
Keluarga mampu
mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal.
b.
Tindakan
1.
Diskusikan
dengan keluarga tentang waham yang di alami pasien
2.
Diskusikan dengan
keluarga yang dihadapi keluarga saat merawat pasien dirumah.
3.
Diskusikan
dengan keluarga tentang:
·
Cara
merawat asien
waham dirumah
·
Follow up dan
keteraturan pengobatan
·
Lingkungan yang
tepat untuk pasien
·
Obat pasien( nama obat, \dosis, frekuensi,efek samping,
akibat penghentian obat)
·
kondisi pasien
yang memerlukan konsultasi segera
4.
berikan latihan kepada keluarga
tentang cara merawat pasien waham.
5.
Menyusun rencana pulang
pasien bersama keluarga.
Strategi
Pelaksanaan pada keluarga natara lain :
1. SP
1 keluarga
Membina hubungan saling
percaya dengan kelurga ; mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya
masalah ; dan emmbantu pasien untuk patuh minum obat.
2. SP
2 Keluarga
Melatih keluarga cara
merawat pasien.
3. SP
3 Keluarga
Membuat
perencanaan pulang bersama keluarga.
Tujuan
|
kriteria evaluasi
|
Intervensi
|
Pasien mampu :
·
Berorientasi kepada
realitas secara bertahap.
·
Mampu berinteraksi
dengan orang lain dan lingkungan.
·
Menggunakan obat
dengan prinsip 6 benar.
|
Setelah ....x
pertemuan, pasien dapat memenuhi kebutuhannya.
|
SP 1 :
·
Identifikasi
kebutuhan pasien.
·
Bicara konteks
realita ( tidak mendukung atau membantah waham pasien).
·
Latih pasien untuk
memenuhi kebutuhannya “ dasar “.
·
Masukkan dalam jadwal
harian pasien.
|
|
Setelah ....X
pertemuan, pasien mampu :
·
Menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan.
·
Mampu menyebutkan
serta memilih kemampuan yang dimiliki.
|
SP 2 :
·
Evaluasi kegiatan
yang lalu ( SP 1).
·
Identifikasi potensi/
kemampuan yang dimiliki.
·
Pilih dan latih
potensi/ kemampuan yang dimiliki.
·
Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien.
|
Setelah .......X
pertemuan pasien dapat meneybutkan kegiatan yang sudah dilakuakn dan mampu
memilih kemampuan lain yang dimiliki
|
SP 3 :
·
Evaluasi kegiatan
yang lalu ( SP 1 dan SP 2 ).
·
Pilih kemampuan yang
dapat dilakukan.
·
Pilih dan latih
potensi kemampuan lain yang dimiliki.
·
Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien.
|
|
keluarga mampu :
·
Mengidetifikasi waham
pasien.
·
Memfasilitasi pasien
untuk memenuhi kebutuhannya.
·
Mempertahankan
program pengobatan pasien secara optimal.
|
Setelah ......X
pertemuan, keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan menjelaskan cara
merawat pasien.
|
SP 1 :
·
Identifikasi masalah
keluarga dalam merawat pasien.
·
Jelaskan proses
terjadinya waham.
·
Jelaskan tentang cara
merawat pasien waham.
·
Latih / simulais cara
merawat.
·
RTL keluarga / jadwal
merawat pasien.
|
|
Setelah ......X pertemuan keluarga mampu :
·
Menyebutkan kegiatan
yang sesuai dilakukan .
·
Mampu memperagakan
cara merawat pasien.
|
SP 2 :
·
Evaluasi kegiatan
yang lalu.
·
Latih keluarga car
merawat pasien ( langsung Pasien ).
·
RTL keluarga.
|
Setelah ....X
pertemuan keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan mampu menjelaskan cara
merawat pasien.
|
SP 3 :
·
Evaluasi kemampuan
keluarga.
·
Evaluasi kemampuan
pasien.
·
RTL keluarga.
Follow Up
Rujukan
|
E.
IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan
intervensi.
F.
TERAPI
AKTIVITAS KELOMPOK
TAK yang dapat dilakuakn untuk pasien
waham meliputi hal-hal berikut.
a. TAK
orientasi realitas
1. Sesi
1 : Pengenalan Orang
2. Sesi
2 : Pengenalan tempat.
3. Sesi
3 : pengenalan Waktu
b. TAK
sosialisasi
1. Sesi
1 : Kemampuan memperkenalkan diri
2. Sesi
2 : Kemaapuan berkenalan
3. Sesi
3 : Kemampuan berbicara
4. Sesi
4 : Kemampuan berbicara topik tertentu.
5. Sesi
5 : Kemampuan berbicara masalah pribadi
6. Sesi
6 ; kemampuan bekerjasama
7. Sesi
7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi
E.
EVALUASI
a. Pasien mampu:
1. Mengungkapakan
keyakinannya sesuai dengan kenyataan
2. Berkomunikasi
sesuai kenyataan.
3. Menggunakan
obat dengan benar dan patuh.
b. Keluarga
mampu :
1. Membantu
pasien mengunkapakan keyakinan sesuai kenyataan.
2. Membantu
pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pasien
.
3. Membantu
pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.
Nama pasien :.............................
Ruangan : ...........................
Nama Perawat :............................
Petunjuk :
Petunjuk :
Berilah tanda checklist jika pasien
mampu melakukan kemampuan dibawah ini :
Tuliskan tanggal setiap dilakukan
supervisi.
No
|
Kemampuan
|
Tanggal
|
|||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
A
|
Pasien
|
||||||||||||
1.
|
Berkomunikasi sesuai
dengan kenyatan
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
2.
|
Menyebutkan cara
memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
3.
|
Mempraktikan cara
memenuhi kebutuhan yang tidak trepenuhi.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
4.
|
Menyebutkan kemampuan
positif yang dimiliki.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
5.
|
Mempraktikan
kemampuan positif yang dimiliki.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
6.
|
Menyebutkan jenis,
jadwal, dan waktu minum obat.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
7.
|
Melakukan jadwal
aktivitas dan minum obat sehari-hari.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
B
|
Keluarga
|
||||||||||||
1.
|
Menybutkan pengertian
waham dan proses terjadinya waham.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
2.
|
Menyebutkan cara
merawat pasien waham.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
3.
|
Mempraktikan cara
merawat pasien dengan waham.
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
4.
|
Membuat jadwal
aktivitas dan minum obat pasien dirumah ( perencanaan pulang)
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
Evaluasi
Kemampuan Perawat dalam Merawat pasien Waham
Nama
pasien :..................
Ruangan :..................
Nama
Perawat : .................
Petunjuk
a. Berilah
tanda checklist pada tiap kemampuan yang ditampilkan.
b. Evaluasi
tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan menggunakan instrumen Evaluasi
penampilan Klinik perawat MPKP.
c. Masukan
nilai tiap evaluasi penampilan klinik perawat MPKP ke dalam baris nilai SP.
No
|
Kemampuan
|
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|||
A.
|
Pasien
|
||||||||
|
SP 1 Pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Membantu orientais
realita
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Mendiskusikan
kebutuhan yang tidak terpenuhi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Membantu pasien
memenuhi kebutuhannya
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Menganjurakan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nilai SP 1 Pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SP 2 pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Berdiskusi tentang
kemampuan yang dimiliki
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Melatih kemampuan
yang dimiliki
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nilai SP 2 pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SP 3 pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Memberikan pendidikan
kesehatan penggunaan obta secara teratur
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nilai SP 3 Pasien
|
|
|
|
|
|
|
|
|
B.
|
Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SP 1 Kelurga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala waham dan jenis waham yang dialami pasien
beserta proses terjadinya.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Menjelaskan cara-car
merawat pasien waham.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nilai SP 1 Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SP 2 Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Melatih keluarga
mempraktikan cara merawat pasien waham.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Melatih keluarga
melakukan cara merawat langsung pada pasien waham.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nilai SP 2 Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SP 3 Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat ( perencanaan pulang)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Menjelaskan tindak
lanjut pasien setelah pulang.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nilai SP 3 Keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Total nilai : SP
pasien + SP keluarga
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Rata-rata
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Skizofrenia
adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni ( keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/ emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi ; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi ( Direja, 2011).
Waham adalah
suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan
tersebut mungkin“ aneh”( misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata
manusia) atau ( hanya sangat tidak
mungkin, contoh malaiakat disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi
dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas
untuk mengoreksinya (Purba :2008).
B. SARAN
Trend
dan current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah –masalah tersebut dapat
dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa
baik dalam tatanan regional maupun global. Sikap yang positif terhadap diri
sendiri, tumbuh kembang , aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri sangat
diperlukan untuk dimiliki oleh setiap individu.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, (2008). Konsep dasar keperawatan. EGC : Jakarta.
Depkes
RI. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Jiwa. Depkes RI : Jakarta.
Direja, A.H.S.
(2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Jiwa. Nuha Medika: Yogyakarta.
Gail
W.Stuart, (2006). Buku Saku
Keperawatan Jiwa ed 5. EGC : Jakarta
Ingram, M.I, (1993). Catatan Kuliah PSIKIATRI edisi 6, EGC :
Jakarta.
Keliat, B.A.dan
Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional JIWA. EGC
: jakarta.
Keliat, B.A.
(1999). Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC.
Maslim Rusdi.
(2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa.
PT Nuh Jaya: Jakarta.
Purba, j.M.
(2008). Asuhan Keperawatan pada Klien
Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. USU press :Medan
Yayan , (2008),
Penatalaksanaan Skizofrenia, diakses tanggal 18 Februari 2012, website, http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/06/penatalaksanaan-skizofrenia_files-of-drsmedpdp.pdf
Yoedha, (2010),
Asuhan Keperawatan pasien dengan Waham, Website, http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com
No comments:
Post a Comment