Wednesday, May 23, 2012

ASKEP SKIZOFRENIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna , baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari pnetakit dan kelemahan.
Sakit adalah keadaan tidak normal atau tidak sehat, secara sederhana , sakit atau dapat pula disebut penyakit merupakan suatu bentuk kehidupan atau keadaan diluar batas normal. Tolak ukur yang paling mudah untuk menentukan kondisi penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai-nilai rata-rata normal yang telah ditetapkan          ( Asmadi, 2008).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia  (Depkes, 1992).
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
B.     TUJUAN
1.      Tujuan umum
Tujuan umum dari pembahasan materi ini kelompok berharap agar kita semua, khususnya para pembaca dapat memahami tentang askep  pada pasien waham
2.      Tujuan khusus
Tujuan khusus meliputi menjelaskan defenisi, penyebab, tanda dan gejala waham, pengkajain, diagnosa, intervensi, implementasi,serta evaluasi.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. KONSEP MEDIS SKIZOFRENIA
A.    DEFENISI
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni ( keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/ emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi ; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi ( Direja, 2011).
Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju ke arah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak-cacat ( Ingram, 1993).
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada fluida cerebrospinal. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja ( Yayan, 2010)







B.     ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia tak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset terbesar bagi pengobatan kotemporer. Telah banyak riset yang dilakukan dan telah banyak faktor predisposisi dan pencetus yang diketahui. Menurut Ingram, (1993) ada beberapa faktor predisposisi dan dan pencetus, diantaranya :
1.      Hereditas
Pentingnya faktor genetika telah dibuktikan secara menyakinkan. Resiko bagi masyarakat umum 1 persen , pada orang tua resiko skizofrenia 5 %, pada saudara kandung 8 % dan pada anak 10 %.
2.      Lingkungan
Gambaran pada penderita kembar seperti diatas menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi.
3.      Emosi yang diekspresikan
Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli dan terlalu banyak dikekang denagn aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkina kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapat neuroleptik.
4.      Kepribadian Premorbid
Personalitas pasien sebelumnya sering “Skizoid”. Perilaku penarikan diri dan soliter ini  bisa menjelaskan banyak skizofrenia tunggal.
a.       Fisik,
b.      Biokimia,
c.       Imunologi,
d.      Kerusakan otak,







C.    GEJALA SKIZOFRENIA
Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Menurut Stuart (2006) membedakan 5 kelompok gejala inti skizofrenia yakni sebagai berikut :
1.      Gejala positif, terdiri dari :
·         Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan.
·         Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
·         Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
·         Gangguan proses pikir ( bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi.
·         Bicara kacau yakni terjadi kekacauan dalam gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan  melalui bahasa; komunikasi melalui penggunaan kata  dan bahasa.
2.      Gejala  negatif
·         Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.
·         Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
·         Anhedonia adalah kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira.
·         Afek datar (flat affect) merupakan tidak adanya ata hampir tidak adanya tanda ekspresi afek :suara yang monoton, dan wajah tidak bergerak.
·         Avolisi / Apati adalah irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan atau ketidak acuhan.
·         Defisit perhatian ( atensi) adalah menurunnya jumlah usaha   yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktifitas; kemampuan untuk berkon sentrasi.
3.      Gejala kognitif
·         Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarkan  musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
·         Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
·         Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.
4.      Gejala alam perasaan
·         Disforia merupakan mood yang tidak menyenangkan.
·         Gagasan bunuh diri merupakan keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwanya.
·         Keputusasaaan
5.      Disfungsi Sosial/ okupasional yang berpengaruh pada pekerjaan /aktivitas, pada hubungan interpersonal perawatan diri, serta  mortalitas/ morbiditas
Bagaimana gejala- gejala skizofrenia terjadi ?
Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak terjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan meneruskan pesan sekitar otak. Pada penderita skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang–berlebihan atau kurang– penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif seperti yang disebutkan di atas.

Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal terjadinya skizofrenia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain: sejarah keluarga, tumbuh kembang ditengah-tengah kota, penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stres yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.
Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku.

D.    DIAGNOSA
Dikenal sebagai gangguan psikologis sejak awal 1800-an. Gangguan sebagai akibat kemunduran fungsi otak lebih awal. Kraepelin menyebut dementia praecox (precocious dementia). Sekarang diagnosa berdasar criteria dari DSM-IV, yaitu: adanya gejalav yang parah paling tidak selama 1 bulan dan munculnya beberapa gejala paling tidak selama 6 bulan terakhir.
1.      Gejala dasar: 2 atau lebih gejala berikut paling tidak selama 1 bulan.
a.       Delusi
b.       Halusinasi
c.       Bicara kacau
d.      Motorik kasar terganggu atau perilaku katatonik
e.       Gejala negatif
2.      Fungsi sosial/pekerjaan: gangguan nyata dalam pekerjaan, prestasi belajar, hubungan interpersonal, dan atau perawatan diri sendiri.
3.      Durasi: gangguan berlanjut paling tidak selama 6 bulan, minimal 1 bulan.

E.     PROGNOSIS
Skizofrenia tidak fatal, kecuali jiak bunuh diri. Kecenderungan umum ke arah disintergrasi personalitas, tetapi proses ini mungkin terhenti pada satu titik , meninggalkan suatu cacat personalitas yang mungkin tidak menarik perhatian atau nyata. Angka remisi tanpa pengobatan sekitar 20 %, tetapi pengobatan, sekitar dua pertiga penderita dapat mengalami suatu penyembuhan sosial ( Ingram : 1993).
Faktor prognosis yang menguntungkan mencakup tidak adanya  riwayat keluarga bagi penyakit ini, personalitas normal serta latar belakang keluarga dan catatan pekerjaan stabil. Gambaran penyakit yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset akut, pencetusnya yang nyata, retensi respon emosi yang normal , adanya gejala katatonik, retensi dorongan dan inisiatif, retensi dorongan dan inisiatif               (Ingram : 1993).
Skizofrenia sifatnya adalah gangguan yang lebih kronis dan melemahkan dibandingkan gangguan mental yang lain. 50-80% pasien skizofrenia yang pernah dirawat di RS akan kambuh harapan hidup pasien skizofrenia 10 tahun lebih pendek daripada non pasien skizofrenia pasien skizofrenia resiko tinggi terhadap gangguan infeksi dan penyakit2 sistem peredaran darah 10% pasien skizofrenia resiko bunuh diri Beberapa factor yang turut berperan dalam prognosis skizofrenia: usia, jenis kelamin, dan sosial budaya

F.     TIPE SKIZOFRENIA
Ada beberapa tipe skizofrenia menurut Stuart  ( 2006) antara lain :
1.      Tipe Paranoid, tanda gangguan yang berlangsung secara terus-menerus sedikitnya selama 6 bulan.
2.      Tipe Tidak Terorganisasi, preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami halusinasi pendengaran. Keadaan berikut ini yang paling menonjol : bicara kacau, perilaku yang tidak teratur, afek datar tidak sesuai dan tidak memenuhi kriteria tipe katatonik.
3.      Tipe Katatonik, paling sedikit dua kondisi berikut mendominasi gambaran klinis : imobilitas motorik yang ditunjukkan dengan katalepsi atau stupor, aktivitas motorik yang berlebihan , negativisme, atau mutisme yang estrem, gerakan volunter aneh yang terlihat melalui sikap tubuh, gerakan stereotip, manerisme, atau menyeringai.
4.      Tipe Tidak terperinci, terdapat gejala-gejala yang memenuhi kriteria umum pertama skizofrenia, tetapi kriteria untuk tipe lain tidak terpenuhi.
5.      Tipe residual, kriteria skizofrenia tidak terpenuhi, begitu subtipe yang lain. Tampak gangguan terus-menerus, ditunjukkan dengan gejala negatif atau adanya dua gejala atau lebih yang melemahkan yang termasuk dalam kriteria umum.

G.    TERAPHY
a.       Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia  antara lain :
1.       Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
a.       Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b.      Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c.       Haloperidol.
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.
2.      Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
Difehidamin
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
3.      Anti Depresan Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.
4.       Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital         : 16-320 mg/hari
Meprobamat        : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida    : 15-100 mg/hari
b.      Psikoterapi
1.      Terapi Untuk pasien
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien.
 Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
2.      Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.


2.2. KONSEP KEPERAWATAN
A.    PENGERTIAN WAHAM
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal ( Stuart dan sundeen ; 1998)
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin“ aneh”( misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia) atau  ( hanya sangat tidak mungkin, contoh malaiakat disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba  :2008).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secar logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control ( Depkes RI ; 2000)
Waham adalah suatau keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat ; 1999).




B.     JENIS-JENIS WAHAM
Jenis –jenis waham menurut Direja ( 2011 ) ada 5 jenis waham yakni :
                 1.      Waham kebesaran : individu menyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyatan. Misalnya ,”saya ini pejabat di departemen kesehatan lho!” atau “Saya punya tambang emas”.
                 2.      Waham curiga : Individu menyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan / mencederai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyatan. Contoh, “Saya Tahu seluruh saudar saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
                 3.      Waham agama : Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan . Contoh, “ Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
                 4.      Waham somatik : individu menyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyatan. Contoh, ”Saya sakit Kanker.”
                 5.      Waham Nihilstik : Individu menyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya , ini kan Alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.

C.    TANDA DAN GEJALA
Menurut Direja (2011), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a.       Status mental
1.       Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
2.       Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3.       Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4.      Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
5.      Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.
6.      Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
b.      Sensori dan kognisi
1.      Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
2.      Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3.      Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
4.      Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.

2.3.ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
                     1.      Faktor predisposisi
a.       Faktor Biologis
·         Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
·         Neurobiologis; waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya gangguan pada korteks pre frontal.
·         Virus paparan virus influensa pada trimester III.
b.      Faktor Sosio kultural
Faktor perkembangan  : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).
c.       Faktor Psikologi, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda /bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Contohnya  ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2.      Faktor Presipitasi
a.       Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
b.      Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
c.       Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan ( Direja : 2011).

Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
1.      Apakah pasien memiliki pikiran/ isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap?
2.      Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
3.      Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak nyata?
4.      Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
5.      Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakn oleh orang lain ?
6.      Apakah pasien berpikir bahwa berpikir atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau kekuatan dari luar?
7.      Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?

DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan
Data yang perlu dikaji
Perubahan Proses Pikir : waham
Subjektif :
·         Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat.
·         Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus.
objektif :
·         Klien terlihat terus mengoceh tentang kemampuan yang dimilikinya.
·         Pembicaraan klien cenderung berulang.
·         Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.



B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif dan objektif ditemukan pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkkan adalah :
·         Gangguan proses pikir : Waham


C.    INTERVENSI
1.      Tindakan keperawatan untuk pasien
a.       Tujuan keperawatan
1.      Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
2.      Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
3.      Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
4.      Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
b.      Tindakan keperawatan
a.       Membina Hubungan
Bina hubungan saling percaya sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham,saudara harus membina hubungan saling percayaterlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
·         mengucapkan salam terapeutik
·         berjabat tangan
·          menjelaskan tujuan interaksi
·          membuat kontrak topic,waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b.      Membantu orientais realitas
·         Tidak mendukung atau membantah waham pasien
·         Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
·         Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari- hari
·         Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya.
·         Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitasi Diskusikan dengan pasien kemampuan pasien realistis yang dimilikinya pada saat yang lalu dan saat ini
·          Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang dimilikinya
c.       Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan,rasa takut,dan marah
d.      Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasie
e.       Mendiskusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki.
f.       Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
g.      Mendiskusikan tentang obat yang diminum.
h.      Melatih minum obat yang benar.
Strategi pelaksanaan pada pasien adalah sebagai berikut:
1.      SP 1 pasien
Membina hubungan saling percaya , mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan , perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan fisik pertama ( latihan napas dalam).
2.      SP 2 pasien
Membantu pasien latihan menegndalikan perilaku kekerasan dengan fisik kedua ( evaluasilatihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan debgan cara fisik kedua)
3.      SP 3 pasien
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial /verba (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan kekerasa, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal)
4.      SP 4 pasien
Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual ( diskusikan hasil latihan menegndalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latiahn beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ brdoa)

2.      Tindakan keperawatan yang ditujukan pada keluarga
a.       Tujuan Keperawatan
1.      Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
2.      Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
3.      Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal.
b.      Tindakan
1.      Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang di alami pasien
2.      Diskusikan dengan keluarga yang dihadapi keluarga saat merawat pasien dirumah.
3.      Diskusikan dengan keluarga tentang:
·         Cara  merawat asien waham dirumah
·         Follow up dan keteraturan pengobatan
·         Lingkungan yang tepat untuk pasien
·         Obat pasien( nama obat, \dosis, frekuensi,efek samping, akibat penghentian obat)
·         kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera
4.      berikan latihan kepada keluarga tentang cara merawat pasien waham.
5.      Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga.
Strategi Pelaksanaan pada keluarga natara lain :
1.      SP 1 keluarga
Membina hubungan saling percaya dengan kelurga ; mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah ; dan emmbantu pasien untuk patuh minum obat.
2.      SP 2 Keluarga
Melatih keluarga cara merawat pasien.
3.      SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Tujuan
kriteria evaluasi
Intervensi
Pasien mampu :
·         Berorientasi kepada realitas secara bertahap.
·         Mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
·         Menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Setelah ....x pertemuan, pasien dapat memenuhi kebutuhannya.
SP 1 :
·         Identifikasi kebutuhan pasien.
·         Bicara konteks realita ( tidak mendukung atau membantah waham pasien).
·         Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya “ dasar “.
·         Masukkan dalam jadwal harian pasien.

Setelah ....X pertemuan, pasien mampu :
·         Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
·         Mampu menyebutkan serta memilih kemampuan yang dimiliki.
SP 2 :
·         Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1).
·         Identifikasi potensi/ kemampuan yang dimiliki.
·         Pilih dan latih potensi/ kemampuan yang dimiliki.
·         Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
Setelah .......X pertemuan pasien dapat meneybutkan kegiatan yang sudah dilakuakn dan mampu memilih kemampuan lain yang dimiliki
SP 3 :
·         Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 dan SP 2 ).
·         Pilih kemampuan yang dapat dilakukan.
·         Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki.
·         Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
keluarga mampu :
·         Mengidetifikasi waham pasien.
·         Memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
·         Mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal.
Setelah ......X pertemuan, keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan menjelaskan cara merawat pasien.
SP 1 :
·         Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien.
·         Jelaskan proses terjadinya waham.
·         Jelaskan tentang cara merawat pasien waham.
·         Latih / simulais cara merawat.
·         RTL keluarga / jadwal merawat pasien.

Setelah ......X  pertemuan keluarga mampu :
·         Menyebutkan kegiatan yang sesuai dilakukan .
·         Mampu memperagakan cara merawat pasien.
SP 2 :
·         Evaluasi kegiatan yang lalu.
·         Latih keluarga car merawat pasien ( langsung Pasien ).
·         RTL keluarga.
Setelah ....X pertemuan keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan mampu menjelaskan cara merawat pasien.
SP 3 :
·         Evaluasi kemampuan keluarga.
·         Evaluasi kemampuan pasien.
·         RTL keluarga.
Follow Up
Rujukan


E.     IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi.
F.     TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
TAK yang dapat dilakuakn untuk pasien waham meliputi hal-hal berikut.
a.       TAK orientasi realitas
1.      Sesi 1 : Pengenalan Orang
2.      Sesi 2 : Pengenalan tempat.
3.      Sesi 3 : pengenalan Waktu
b.      TAK sosialisasi
1.      Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
2.      Sesi 2 : Kemaapuan berkenalan
3.      Sesi 3 : Kemampuan berbicara
4.      Sesi 4 : Kemampuan berbicara topik tertentu.
5.      Sesi 5 : Kemampuan berbicara masalah pribadi
6.      Sesi 6 ; kemampuan bekerjasama
7.      Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi

E.     EVALUASI
a.       Pasien mampu:
1.      Mengungkapakan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
2.      Berkomunikasi sesuai kenyataan.
3.      Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
b.      Keluarga mampu :
1.      Membantu pasien mengunkapakan keyakinan sesuai kenyataan.
2.      Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pasien .
3.      Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.
















Nama pasien      :.............................
Ruangan            :  ...........................
Nama Perawat   :............................
Petunjuk  :
Berilah tanda checklist jika pasien mampu melakukan kemampuan dibawah ini :
Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi.



No
Kemampuan
Tanggal







A
Pasien
1.
Berkomunikasi sesuai dengan kenyatan







2.
Menyebutkan cara memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi.







3.
Mempraktikan cara memenuhi kebutuhan yang tidak trepenuhi.







4.
Menyebutkan kemampuan positif yang dimiliki.







5.
Mempraktikan kemampuan positif yang dimiliki.







6.
Menyebutkan jenis, jadwal, dan waktu minum obat.







7.
Melakukan jadwal aktivitas dan minum obat sehari-hari.







B
Keluarga
1.
Menybutkan pengertian waham dan proses terjadinya waham.







2.
Menyebutkan cara merawat pasien waham.







3.
Mempraktikan cara merawat pasien dengan waham.







4.
Membuat jadwal aktivitas dan minum obat pasien dirumah ( perencanaan pulang)























Evaluasi Kemampuan Perawat dalam Merawat pasien Waham
Nama pasien   :..................
Ruangan         :..................
Nama Perawat        : .................
Petunjuk
a.       Berilah tanda checklist pada tiap kemampuan yang ditampilkan.
b.      Evaluasi tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan menggunakan instrumen Evaluasi penampilan Klinik perawat MPKP.
c.       Masukan nilai tiap evaluasi penampilan klinik perawat MPKP ke dalam baris nilai SP.
No
Kemampuan








A.
Pasien

SP 1 Pasien







1.
Membantu orientais realita







2.
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi







3.
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya







4.
Menganjurakan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.








Nilai SP 1 Pasien








SP 2 pasien







1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien







2.
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki







3.
Melatih kemampuan yang dimiliki








Nilai SP 2 pasien








SP 3 pasien







1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien







2.
Memberikan pendidikan kesehatan penggunaan obta secara teratur







3.
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian








Nilai SP 3 Pasien







B.
Keluarga








SP 1 Kelurga







1.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.







2.
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham dan jenis waham yang dialami pasien beserta proses terjadinya.







3.
Menjelaskan cara-car merawat pasien waham.








Nilai SP 1 Keluarga








SP 2 Keluarga







1.
Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien waham.







2.
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien waham.








Nilai SP 2 Keluarga








SP 3 Keluarga







1.
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat ( perencanaan pulang)







2.
Menjelaskan tindak lanjut pasien setelah pulang.








Nilai SP 3 Keluarga








Total nilai : SP pasien + SP keluarga








Rata-rata


















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni ( keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/ emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi ; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi ( Direja, 2011).
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin“ aneh”( misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia) atau  ( hanya sangat tidak mungkin, contoh malaiakat disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba  :2008).


B.     SARAN
Trend dan current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah –masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang , aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri sangat diperlukan untuk dimiliki oleh setiap individu.







DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, (2008).  Konsep dasar keperawatan.  EGC : Jakarta.
Depkes RI. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Jiwa. Depkes RI : Jakarta.
Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika: Yogyakarta.
Gail  W.Stuart, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa ed 5. EGC : Jakarta
Ingram, M.I, (1993). Catatan Kuliah PSIKIATRI edisi 6, EGC : Jakarta.
Keliat, B.A.dan Akemat. (2009). Model  Praktik Keperawatan Profesional JIWA. EGC : jakarta.
Keliat, B.A. (1999). Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC.
Maslim Rusdi. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. PT Nuh Jaya: Jakarta.
Purba, j.M. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa.  USU press :Medan
Yayan , (2008), Penatalaksanaan Skizofrenia, diakses tanggal 18 Februari 2012,  website, http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/06/penatalaksanaan-skizofrenia_files-of-drsmedpdp.pdf
Yoedha, (2010), Asuhan Keperawatan pasien dengan Waham, Website, http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com


No comments:

Post a Comment